Masyarakat Adat Yei Merauke Somasi PT MNM: Merampas Tanah Adat

Masyarakat Adat Yei Merauke Somasi PT MNM: Merampas Tanah Adat

MAKLUMAT — Perwakilan masyarakat adat Yei di Merauke, Vincent Kwipalo, melayangkan somasi kepada perusahaan perkebunan tebu PT Murni Nusantara Mandiri (MNM) atas dugaan perampasan tanah adat suku Yei di Merauke. Sebelumnya, pada 15 September 2025 lalu, ia sempat menghentikan aktivitas ekskavator dan buldoser milik PT MNM yang tengah membangun akses jalan untuk perluasan perkebunan di wilayah adat marga Kwipalo.

PT MNM sendiri hanyalah salah satu dari sepuluh perusahaan yang terlibat dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) lumbung pangan dan bioetanol Merauke dengan luas lebih dari 2 juta hektare. PT MNM telah mengantongi izin konsesi seluas 52.700 hektare, hampir setara dengan luas Provinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan pemantauan berkala yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, perusahaan perkebunan ini secara keseluruhan telah membongkar hutan seluas 4.912 hektare per Agustus 2025.

Bertindak sebagai kuasa hukum, Tigor Hutapea menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menyerahkan tanah adat ataupun mengizinkan PT MNM membuka hutan adat menjadi akses jalan atau kebun tebu. Marga Kwipalo mempunyai sikap tegas menolak perkebunan tebu beroperasi di wilayah adatnya.

“Kami menilai perbuatan PT Murni Nusantara Mandiri berkontribusi atas terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Tigor dalam siaran pers yang diterima Maklumat.id pada Rabu (23/9/2025).

“Prinsip-prinsip panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia dan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 mengatur setiap perusahaan harus menghormati, mencegah, berkontribusi serta meminimalisir dan mengatasi terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia dari kegiatan usahanya dan melakukan upaya pemulihan atas sebuah dampak merugikan Hak Asasi Manusia,” sambungnya.

Baca Juga  Komnas Perempuan Soroti Dampak PSN terhadap Perempuan Adat di Flores

Melanggar Hak Masyarakat Adat

Menurut Tigor, perbuatan yang dilakukan PT MNM berakibat terlanggarnya 4 (empat) hak masyarakat adat. Pertama terlanggarnya Hak kolektif atas tanah dan wilayah adat yang dijamin dalam Pasal 18B ayat 2 UUD 1945.

Kedua, terlanggarnya Hak atas rasa aman yang dijamin Pasal 28A, 28G ayat 1 UUD 1945 Jo Pasal 30 dan 31 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Ketiga, terlanggarnya Hak atas lingkungan yang sehat yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Keempat, perbuatan yang dilakukan PT MNM dinilai sebagai bentuk perampasan tanah adat, yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Jo UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Somasi Masyarakat Adat Yei ke PT MNM

Atas dasar segala hal tersebut, masyarakat adat Yei di Meraukd melayangkan teguran alias somasi kepada PT MNM. Tigor menegaskan empat poin somasi yang diminta.

“Kami memberikan somasi kepada PT Murni Nusantara Mandiri untuk (1) menghentikan seluruh aktivitas usaha atau kegiatan di wilayah adat Kwipalo; (2) berhenti mengancam atau mengintimidasi klien kami untuk terpenuhinya hak atas rasa aman; (3) meminta maaf secara tertulis atau secara langsung kepada klien kami atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan; (4) melakukan pemulihan lingkungan atas kerusakaan Hutan Adat Kwipalo,” tandasnya.

Baca Juga  Panduan Lengkap Pengajuan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) 2025: Syarat, Cara Daftar, dan Proses Pengajuan

Ia juga mewanti-wanti bahwa jika PT MNM tidak melaksanakan somasi yang dilayangkan, maka bakal menindaklanjutinya melalui langkah hukum.

“Kami akan melakukan upaya hukum lainnya bila PT Murni Nusantara Mandiri tidak melaksanaan somasi,” pungkas Tigor dalam keterangannya.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *