Longsor di Magetan, DPRD Jatim Minta Dinas ESDM Evaluasi Aktivitas Galian C

Longsor di Magetan, DPRD Jatim Minta Dinas ESDM Evaluasi Aktivitas Galian C

MAKLUMAT – Longsor terjadi di Dusun Kletak, Desa Trosono, Kecamatan Parang, Magetan pada pada Sabtu (27/9/2025). Seorang pekerja galian C tewas. Dewan Perwakilan Rakyat Jawa Timur (DPRD Jatim) pun angkat bicara terkait tragedi ini.

Wakil Ketua DPRD Jatim, Deni Wicaksono, meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim melakukan evaluasi total terhadap seluruh aktivitas tambang galian C di Kabupaten Magetan.

“Ini alarm keras. Dinas ESDM Jatim harus menghentikan sementara aktivitas, melakukan pemeriksaan menyeluruh, dan memberi sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran,” kata Deni, Senin (29/9/2025).

Menurut Deni, penutupan lokasi tambang setelah proses evakuasi merupakan langkah awal yang tepat. Namun, dia menilai hal yang lebih penting adalah melakukan audit teknis dan administratif agar penyebab utama longsor benar-benar diketahui.

“Penutupan lokasi adalah langkah awal yang tepat. Namun, yang lebih penting adalah audit teknis dan administratif agar penyebab utama longsor benar-benar diketahui,” tegasnya.

Deni juga menyebut tambang milik PT Anugrah Karya Pasti 1 yang disebut memiliki izin operasi hingga September 2026.

Dia menegaskan bahwa kepemilikan izin formal tidak bisa menjadi pembenaran jika praktik penambangan di lapangan justru melanggar kaidah teknis.

“Izin formal bukan blanko kosong. Jika praktiknya berbahaya seperti undercut tanpa terasering, itu sudah melanggar kaidah teknis dan standar keselamatan,” jelasnya.

Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan, saat bertemu konstituen di Magetan beberapa waktu lalu, dirinya menerima banyak keluhan terkait dampak aktivitas galian C. Mulai dari jalan rusak, polusi udara akibat debu, hingga kekhawatiran warga akan ancaman longsor di sekitar permukiman.

Baca Juga  DPRD Jatim Kritisi Ketimpangan BPOPP Sekolah Negeri dan Swasta, Sri Untari: Harus Setara

“Sudah berkali-kali warga mengadu soal jalan rusak dan debu dari truk pengangkut material, bahkan mereka khawatir jika longsor seperti ini terjadi lagi di dekat permukiman,” ujarnya.

Deni menegaskan pentingnya penerapan standar keselamatan kerja (K3) di lokasi tambang. Tragedi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan minimnya sistem peringatan di area berisiko tinggi.

“Tidak boleh ada pekerja atau kendaraan di bawah lereng aktif. Rambu peringatan dan pos pengawasan harus dipasang untuk mencegah korban jiwa,” tandasnya.

DPRD Jatim, lanjut Deni, juga meminta Dinas ESDM Jatim untuk membentuk tim evaluasi gabungan yang melibatkan inspektur tambang, DLH, dan aparat penegak hukum.

Dia menegaskan agar hasil evaluasi tidak hanya berhenti di meja pemerintah, tetapi disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.

“Kami minta hasil evaluasi diumumkan ke publik agar masyarakat mendapat kepastian. Jika ada perusahaan yang tidak patuh, izinnya harus dicabut,” ucapnya.

Selain keselamatan pekerja, Deni juga mengungkap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat praktik penambangan yang tidak ramah lingkungan. Menurutnya, perusahaan tidak boleh hanya mengambil hasil tambang, tetapi juga wajib memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan.

“Perusahaan harus bertanggung jawab, tidak hanya mengambil hasil tambang tetapi juga memperbaiki kerusakan. Pemerintah provinsi harus memastikan reklamasi benar-benar dilakukan,” pungkas alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *