MAKLUMAT — DSI Lawfirm menilai kebijakan untuk melakukan razia terhadap kendaraan dengan pelat nomor BL (Aceh) di wilayah Sumatera Utara (Sumut) bukan hanya salah kaprah, tetapi juga bertabrakan dengan konstitusi negara.
Ketua Divisi Advokasi dan Hukum DSI Lawfirm, Misran SH, menyebut tindakan tersebut diskriminatif, emosional, dan tidak memiliki dasar hukum. Razia yang menyasar kendaraan berdasarkan pelat nomor disebut jelas melanggar Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.”
“Razia pelat BL adalah bentuk diskriminasi yang nyata. UUD 1945 menjamin persamaan di depan hukum, sementara kebijakan ini justru memperlakukan masyarakat Aceh berbeda hanya karena pelat kendaraan. Ini bertentangan dengan semangat konstitusi,” kata Misran, dalam keterangan yang diterima Maklumat.id, Senin (29/9/2025).
Menurutnya, hak warga negara untuk bergerak bebas di seluruh wilayah Indonesia juga dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
“Jika kendaraan dari Aceh dihalangi masuk ke Sumut, itu bukan hanya melanggar UU Lalu Lintas, tapi juga konstitusi. Konstitusi tidak membolehkan diskriminasi antar daerah. Indonesia ini satu kesatuan, bukan negara bagian yang bisa seenaknya membuat aturan diskriminatif,” terang pria yang juga merupakan Staf Ahli Anggota Komisi XIII DPR RI itu.
Menurut Misran, kebijakan semacam itu bahkan tidak pernah dijumpai di negara maju. “Di Uni Eropa, kendaraan dengan pelat Jerman bebas melintas ke Prancis tanpa razia diskriminatif. Di Amerika Serikat, mobil dari Texas dapat melintas ke New York tanpa hambatan hukum. Hukum hanya ditegakkan bila ada pelanggaran nyata, bukan karena asal pelat nomor,” sorotnya.
“Kalau negara maju saja menjunjung kebebasan mobilitas, kenapa kita justru mundur? Razia pelat BL menunjukkan aparatur lebih mengedepankan emosional daripada prinsip negara hukum modern,” sambungnya.
Setiap hari, lanjutnya, kendaraan dengan pelat nomor BL (Aceh) dan BK (Sumut) saling melintas untuk kepentingan perdagangan, logistik, dan mobilitas masyarakat. Jika kebijakan diskriminatif ini terus dijalankan, integrasi nasional bisa terancam.
“Ini bukan sekadar soal lalu lintas, ini soal persatuan bangsa. Jangan biarkan tindakan sesaat yang bertentangan dengan UUD 1945 merusak jalinan sosial antar daerah,” pungkas Misran.