Beasiswa Detik-detik Terakhir yang Mengubah Hidup Zainab, Mahasiswi Pakistan di UMS

Beasiswa Detik-detik Terakhir yang Mengubah Hidup Zainab, Mahasiswi Pakistan di UMS

MAKLUMAT – Satu pesan di layar ponsel menjadi titik balik hidup Nurul Ain Zainab, mahasiswi asal Lahore, Pakistan. Larut malam itu, notifikasi beasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) muncul. Tenggat pendaftaran tinggal beberapa jam lagi. Ribuan mahasiswa internasional berebut, sementara kursi yang tersedia hanya dua puluh.

Awalnya, Zainab sempat ragu. “Saya pikir sudah terlambat. Jangan mendaftar,” kenangnya. Namun dorongan hati membuatnya tetap menekan tombol daftar.

Sebulan kemudian, kabar bahagia datang lewat email. Zainab dinyatakan lolos sebagai salah satu penerima beasiswa. Bagi gadis yang baru kehilangan kesempatan beasiswa lain gara-gara dokumennya hilang di perjalanan, keputusan UMS ini terasa sebagai jawaban doa. “Saya yakin Allah menyiapkan yang lebih baik untuk saya,” ujar Zainab, melansir laman UMS, Kamis (2/9/2025).

Menolak Jadi Dokter, Memilih Akuntan

Zainab, yang nama aslinya berarti “cahaya mata”, sejak awal berani berbeda. Saat semua keluarga berharap dirinya menjadi dokter militer, ia memilih jalan lain: akuntansi. “Saya ingin jadi akuntan publik. Itu pilihan saya,” tegasnya.

Ayahnya, seorang tentara, sempat khawatir soal jam kerja profesi akuntan yang panjang. Namun akhirnya restu pun diberikan.

Sebelum berangkat ke Indonesia, Zainab sudah meneliti kurikulum akuntansi UMS. Ia mencari program yang lebih menekankan praktik dibanding sekadar teori. Harapannya, pengalaman itu bisa membuat CV-nya menonjol di mata perusahaan internasional.

Baca Juga  Sulthon Hanafi, Putra Daerah Lamongan yang Sukses Jadi Pengusaha Perikanan

Hasilnya sesuai ekspektasi. Sejak minggu pertama kuliah, ia sudah mengerjakan simulasi bisnis dan model keuangan. “Di Pakistan, semua masih teori. Di sini langsung praktik,” ungkapnya.

Tantangan Bahasa dan Kehangatan Solo

Perjalanan Zainab tidak selalu mulus. Ia menjadi mahasiswa internasional pertama yang bergabung di kelas reguler. “Tidak ada yang berbahasa Inggris. Awalnya sulit, tapi teman-teman sangat membantu,” katanya.

Ia hanya punya waktu tiga bulan mengikuti program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Meski singkat, pengalaman itu membuatnya cepat beradaptasi. “Instruktur sabar, tidak pernah membuat saya merasa bersalah kalau salah bicara,” tambahnya.

Kehidupan di Kota Solo juga meninggalkan kesan mendalam. Berasal dari Lahore yang penuh kebisingan, ia merasa lebih nyaman dengan ritme Solo yang tenang. “Kalau ingin lari dari keramaian, datanglah ke Solo. Ini tempat yang luar biasa,” ujarnya sambil tersenyum.

Zainab juga kerap terharu dengan keramahan warga. Pernah suatu kali ia tersesat bersama temannya. Dua warga lokal membantu dengan Google Translate selama setengah jam, lalu mengantarkan mereka pulang ke asrama. “Itu bantuan terbesar yang pernah saya terima,” kenangnya.

Fokus Masa Depan dan Pesan untuk Dunia

Meski serius dalam studi, Zainab tidak terburu-buru mengejar gelar tinggi. Ia lebih realistis. “Banyak yang bisa dipelajari dari YouTube dan pengalaman kerja. Jadi saya ingin cari pekerjaan dulu,” ucapnya.

Baca Juga  Jejak Emas Prof Fauzan di UMM: Inisiator Professor Penggerak Pembangunan Masyarakat

Sebagai anak perempuan sulung, ia juga memikul tanggung jawab merawat kedua orang tuanya di masa depan. Prinsip itu membuatnya semakin mantap menata langkah.

Untuk calon mahasiswa internasional, Zainab punya pesan singkat. “Kalian harus datang ke UMS. Sistemnya bagus, pengajarnya berdedikasi, dan fasilitasnya lengkap,” serunya.

Sambil bercanda, ia menambahkan: “Kalau orang tuamu sering kesal karena kamu kurang disiplin, datanglah ke Indonesia. Kamu akan jadi disiplin dalam dua bulan.”***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *