Legitimasi PPP di Tangan Mardiono, Strategi Politik Agus Suparmanto Dipertaruhkan

Legitimasi PPP di Tangan Mardiono, Strategi Politik Agus Suparmanto Dipertaruhkan

MAKLUMATKementerian Hukum (Kemenkum) resmi mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar X dengan menunjuk Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum periode 2025–2030.  Surat Keputusan (SK) Pengesahan kepengurusan PPP Mardiono itu menjadi titik balik penting dalam dinamika politik PPP.

Keputusan ini memberikan kepastian hukum sekaligus menutup ruang bagi klaim kepengurusan ganda. Bagi negara, kini hanya ada satu kepengurusan yang sah secara administratif, yakni di bawah kepemimpinan Mardiono. SK ini sekaligus menegaskan bahwa dualisme kepemimpinan PPP yang kerap mewarnai perjalanan partai sejak era reformasi tidak lagi mendapat ruang di level legal formal.

 

Legitimasi Mardiono dan Tantangan Agus

Secara hukum, Mardiono kini berdiri di posisi paling kuat. SK Kemenkum bukan hanya pengakuan administratif, tetapi juga dasar legitimasi yang membuatnya berhak mengatur arah organisasi, menentukan kebijakan, dan merepresentasikan PPP dalam kontestasi politik.

Namun bagi Agus Suparmanto, keputusan ini jelas menghadirkan tantangan berat. Posisi Agus dan kubunya kini melemah secara formal karena tidak diakui negara. Meski begitu, politik tidak hanya soal legalitas. Masih ada ruang bagi Agus untuk bertahan, bahkan membalik keadaan, jika ia mampu membaca situasi dengan cerdas.

 

Pilihan Jalan Politik Agus Suparmanto

Agus dan kubunya tidak bisa terus terjebak dalam narasi klaim ganda. Mereka perlu mengubah strategi agar tetap relevan dan diperhitungkan dalam dinamika PPP.  Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh:

Baca Juga  Muktamar PPP Ricuh: Kader Adu Mulut hingga Lempar Kursi, Suara "Lanjutkan" Lawan "Perubahan" Pecah

1.Menggugat secara hukum jika ada celah

Bila terdapat indikasi pelanggaran prosedur dalam Muktamar X PPP, jalur hukum tetap bisa ditempuh untuk menguji keabsahan SK Kemenkum. Meski tidak mudah, langkah ini bisa menjaga marwah politik Agus.

2.Mengoptimalkan mekanisme internal partai

PPP memiliki forum penyelesaian sengketa. Agus bisa menempuh jalur ini sebagai cara menjaga keharmonisan partai. Bila berhasil, ia bisa membuka ruang rekonsiliasi tanpa harus memecah belah PPP.

3.Menjadi oposisi internal yang konstruktif

Agus bisa mengambil peran sebagai pengimbang. Dengan sikap kritis namun konstruktif, ia tetap memiliki pengaruh dalam menentukan arah kebijakan PPP, tanpa harus memaksa pengakuan kepengurusan.

4.Merawat jaringan politik dan konsolidasi kader

Legalitas administratif tidak serta-merta menghapus dukungan politik di lapangan. Agus harus merawat basis kader, simpatisan, dan jejaring politiknya agar tetap punya daya tawar dalam setiap keputusan partai.

5.Mendorong reformasi internal PPP

Konflik dualisme sudah berulang kali menghantui PPP. Agus dapat mengambil momentum ini untuk menuntut reformasi aturan internal, mulai dari mekanisme pemilihan hingga pembatasan masa jabatan ketua umum, agar demokrasi internal lebih sehat.

 

Pengesahan kubu Mardiono tidak hanya berdampak pada PPP, tetapi juga pada peta politik nasional. Sebagai partai Islam dengan sejarah panjang, soliditas PPP akan memengaruhi koalisi dan peta elektoral ke depan.

Jika Agus Suparmanto memilih jalur rekonsiliasi, PPP bisa tampil lebih solid menghadapi Pemilu 2029. Namun bila konflik berlarut, partai akan kembali terkuras energi dan kehilangan daya tawar politik di tingkat nasional.

Baca Juga  Soal Putusan MK, Mirdasy: Harusnya Jika Dipisah adalah Pemilu Eksekutif dan Legislatif

Jadi SK Kemenkum memang mengukuhkan Mardiono sebagai ketua umum PPP, tetapi politik selalu menyediakan ruang bagi aktor yang mampu beradaptasi. Agus Suparmanto tidak boleh berhenti pada perlawanan simbolik. Ia harus mengubah peta gerak politiknya dengan strategi baru yang lebih realistis dan konstruktif.

Kedewasaan elite dalam menyelesaikan konflik internal akan menentukan masa depan PPP. Jika para tokohnya mampu menahan ego dan mengutamakan kepentingan bersama, PPP bisa keluar dari bayang-bayang dualisme dan kembali berkontribusi pada demokrasi Indonesia.

*) Penulis: Rista Erfiana Giordano
Divisi Humas Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik PWM Jatim, Redaktur Senior maklumat.id , dan Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *