Kampus Berdampak, Jejak UMM di Timor Tengah Selatan Melawan Stunting

Kampus Berdampak, Jejak UMM di Timor Tengah Selatan Melawan Stunting

MAKLUMAT – Di Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur, rombongan kecil dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mendapat sambutan hangat. Tarian bonet, senam tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat, hingga suguhan sirih pinang jadi tanda penerimaan warga.

Bukan sekadar kunjungan seremonial. Kedatangan rombongan ini membawa pesan yang lebih dalam: pendidikan gizi untuk mengurangi stunting yang masih tinggi di wilayah ini.

Program itu dibawa lewat Profesor Penggerak Pembangunan Masyarakat (P3M). Dipimpin Prof. Baiduri, M.Si., tim pakar UMM menggelar diskusi bersama orang tua, guru, dan kader posyandu.

Mereka tidak datang dengan teori belaka, melainkan juga membagikan contoh: susu, telur, sayur, dan buah sebagai makanan bergizi untuk siswa SD Inpres Soe. Bagi posyandu, tim menyerahkan timbangan digital dan perlengkapan lain yang mendukung pemantauan tumbuh kembang anak.

“NTT menjadi salah satu wilayah dengan angka stunting tertinggi di Indonesia, khususnya di TTS. Karena itu kami hadir agar jargon Kampus Berdampak tidak berhenti di slogan, tetapi memberi kontribusi nyata,” kata Baiduri.

Kampus Berdampak dan Indeks Pembangunan Manusia

Langkah UMM tidak berhenti pada pemberian bantuan. Mereka mengajak siswa mengenali pangan bergizi yang mudah dan lebih terjangkau.

“Jangan sampai sarapan hanya mie instan,” tegas Baiduri. Diskusi dengan orang tua juga menekankan pentingnya pemanfaatan pangan lokal. Jagung, misalnya, bisa menjadi sumber gizi yang mendukung pertumbuhan anak.

Baca Juga  Lazismu Lampung Luncurkan Save Our School 2025: Bantu Renovasi 25 Sekolah Kurang Layak

Para profesor yang turut serta—mulai dari Prof. Yus Mochamad Cholily, Prof. Roro Eko Susetyorini, Dra. Roimil Latifah, hingga Dr. Arina Restian—turut menekankan urgensi 1000 hari pertama kehidupan.

Mereka meyakini langkah kecil ini bisa memberi perubahan besar dalam menekan angka stunting dan mengurangi kemiskinan ekstrem di wilayah tersebut.

Kepala SD Inpres Soe, Yermia Haekase, menyebut para siswa begitu antusias. “Dari makanan bergizi, dongeng, sampai alat peraga STEM, semua memberi pengalaman baru. Harapan kami, program ini bisa menjangkau lebih banyak sekolah. Ada 542 SD di TTS yang juga membutuhkan dukungan,” ujarnya.

Apa yang dilakukan UMM menegaskan kembali bahwa universitas bukan hanya menara gading. Melalui P3M, mereka hadir di wilayah yang jauh dari pusat, merangkul masyarakat, dan menyalakan harapan. Dalam konteks pembangunan manusia, Kampus Berdampak bukan hanya istilah, melainkan praktik nyata di lapangan.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *