MAKLUMAT – Rumah mewah di kawasan elit BSD City, Serpong, yang dulunya milik mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Harry Prasetyo, kini resmi berpindah tangan. Rumah dua lantai di Jalan Wadelia Blok G Nomor 6, Perumahan Puspita Loka, itu terjual lewat lelang senilai Rp2,783 miliar.
Lelang tersebut digelar oleh Tim Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan RI bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tangerang I pada Kamis (2/10/2025). Tak ada kerumunan calon pembeli, tak ada palu diketuk. Semua berlangsung dalam sistem closed bidding lewat aplikasi E-Auction di laman lelang.go.id.
Satu per satu penawaran masuk secara daring hingga batas akhir pukul 10.00 WIB. Ketika sistem menutup sesi penawaran, angka Rp2,783 miliar tercatat sebagai penawaran tertinggi—dan rumah mewah itu resmi terjual.
“Seluruh hasil lelang langsung disetorkan ke kas negara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, S.H., M.H dikutip Senin (6/10/2025).
Rumah tersebut merupakan barang rampasan negara dari perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Harry Prasetyo. Mantan pejabat tinggi Jiwasraya itu divonis bersalah berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 2933 K/Pid.Sus/2021 tertanggal 24 Agustus 2021. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Luas tanahnya 240 meter persegi dengan bangunan bergaya modern tropis. Dulu, rumah itu menjadi simbol kesuksesan karier Harry di dunia keuangan. Kini, ia berubah status menjadi bukti pemulihan keuangan negara dari skandal investasi Jiwasraya yang sempat mengguncang publik.
Kepala BPA Kejaksaan RI, Dr. Amir Yanto, menegaskan bahwa lelang ini bukan sekadar formalitas. “Penyelesaian barang rampasan negara adalah bagian dari strategi pemulihan keuangan negara. Setiap aset yang berhasil dijual kembali akan memperkuat penerimaan negara,” ujarnya.
Bagi Kejaksaan, penjualan rumah mewah itu hanyalah satu langkah dari rangkaian panjang upaya pemulihan aset hasil kejahatan keuangan. Namun, di mata publik, momen ini menjadi pengingat bahwa uang negara—meski sempat menguap dalam pusaran korupsi—bisa dan harus kembali.***