MAKLUMAT — Pemerintah bergerak cepat pasca-tragedi ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU), pemerintah membuka layanan hotline dan pendampingan gratis bagi pesantren yang ingin memastikan bangunannya aman, layak, dan berizin.
Langkah ini menjadi bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi lembaga pendidikan berbasis masyarakat, yang selama ini banyak berdiri secara swadaya tanpa pendampingan teknis memadai.
“Hotline ini tidak hanya untuk pesantren, tapi juga panti asuhan, sekolah, dan yayasan,” kata Menteri PU Dody Hanggodo di Jakarta, Selasa (7/10).
Masyarakat dapat mengakses layanan tersebut melalui telepon 158 mulai Senin sampai Jumat pukul 08.30–16.00 WIB, atau WhatsApp Center 0815 10000 158 dengan memilih menu Layanan Konsultasi Pesantren/Panti Asuhan/Sekolah/Yayasan. Seluruh layanan tersebut diberikan tanpa biaya.
Kementerian PU menyiapkan dua jenis layanan utama. Pertama, konsultasi keandalan bangunan, baik sederhana (kurang dari 500 meter persegi dan maksimal dua lantai) maupun tidak sederhana. Prioritas diberikan bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan yang belum memiliki tenaga ahli bersertifikat atau izin bangunan resmi (PBG).
Kedua, konsultasi perizinan dan sertifikasi laik fungsi (SLF), termasuk bagi lembaga yang sedang membangun atau merenovasi fasilitas pendidikan.
“Tim kami siap turun langsung ke lapangan untuk memeriksa, menilai, dan mendampingi proses perizinan. Ini langkah preventif agar tragedi seperti di Sidoarjo tidak terulang,” ujar Dody.
Program ini juga menargetkan renovasi dan rekonstruksi bagi pesantren dengan bangunan berusia di atas 50 tahun, menampung lebih dari 500 santri atau dibangun tanpa pekerja bersertifikat.
Sebagai tindak lanjut jangka menengah, Kementerian PU akan melakukan penilaian keandalan bangunan (sampling assessment) terhadap pesantren di delapan provinsi dengan jumlah lembaga terbanyak: Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Selatan. Sedikitnya 80 pesantren akan dipilih sebagai sampel penilaian awal hingga akhir 2025.
“Kami ingin memastikan keamanan para santri, guru, dan pengasuh di seluruh Indonesia. Bangunan pendidikan harus menjadi tempat yang aman untuk menuntut ilmu, bukan sumber bahaya,” tegas Dody.
Tragedi Al Khoziny menjadi alarm keras bagi banyak lembaga pendidikan keagamaan. Semangat gotong royong memang mulia, tapi tanpa perencanaan dan standar teknis yang benar, keselamatan bisa terancam. Kini pemerintah memastikan pendampingan teknis bukan lagi kemewahan, tapi hak setiap lembaga pendidikan.