MAKLUMAT — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan peluang munculnya fenomena La Nina di Indonesia mencapai 50 hingga 70 persen pada periode Oktober 2025 hingga Januari 2026. Meski peluangnya tinggi, BMKG menegaskan potensi La Nina kali ini masih dalam kategori lemah.
Koordinator Pusat Layanan Iklim BMKG Supari menjelaskan pendinginan suhu muka laut di wilayah Pasifik tengah dan timur, indikator utama terbentuknya La Nina tidak menunjukkan anomali signifikan.
“Jika benar terbentuk, La Nina kali ini hanya bersifat lemah. Dampaknya tidak akan sebesar La Nina sedang atau kuat yang pernah terjadi sebelumnya,” ujar Supari, Kamis (9/10).
Menurutnya, kondisi ini mungkin masih memicu penguatan angin pasat dan peningkatan konveksi di wilayah barat Pasifik, namun intensitasnya tidak cukup kuat untuk menimbulkan anomali curah hujan ekstrem di sebagian besar wilayah Indonesia.
BMKG mengingatkan agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi peningkatan curah hujan lokal di beberapa wilayah, terutama di bagian barat dan tengah Indonesia, yang kerap sensitif terhadap perubahan suhu laut.
“Fenomena ini tetap perlu diantisipasi, terutama untuk sektor pertanian, perikanan, dan pengelolaan sumber daya air,” tambah Supari.
BMKG menilai La Nina lemah justru bisa membawa efek positif berupa peningkatan pasokan air tanah di beberapa daerah yang sebelumnya mengalami kekeringan. Namun, pemerintah daerah tetap diminta untuk mengelola risiko banjir dan longsor jika intensitas hujan meningkat.