Gencatan Senjata di Gaza Terkoyak, Jurnalis Palestina Salih Al-Jaafrawi Syahid Diberondong 7 Peluru

Gencatan Senjata di Gaza Terkoyak, Jurnalis Palestina Salih Al-Jaafrawi Syahid Diberondong 7 Peluru

MAKLUMATGencatan senjata yang baru berumur tiga hari di Jalur Gaza, Palestina, terkoyak oleh insiden berdarah. Jurnalis Palestina terkemuka, Salih Al-Jaafrawi, 28, ditemukan tewas pada Ahad (12/10/2025) setelah ditembak mati dalam bentrokan di lingkungan Sabra, Kota Gaza. Menurut Qud News Network, Sali Al-Jaafrawi meninggal dunia dengan tujuh peluru.

Al-Jaafrawi, yang dikenal luas melalui video-videonya yang meliput perang, dilaporkan hilang sejak Ahad pagi. Ia diserang saat sedang menjalankan tugas jurnalistiknya di tengah bentrokan antara pasukan keamanan Hamas dan sebuah kelompok milisi bersenjata.

Kantor berita Al Jazeera, Sanad, telah memverifikasi rekaman yang menunjukkan jasadnya masih mengenakan jaket antipeluru bertuliskan “PERS” di bagian belakang sebuah truk.

Sumber-sumber Palestina menyebutkan bahwa bentrokan sengit terjadi antara aparat keamanan dengan pejuang dari klan Doghmush. Namun, seorang pejabat senior di Kementerian Dalam Negeri Gaza mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pihaknya berhadapan dengan “milisi bersenjata yang berafiliasi dengan pendudukan (Israel)”.

Menurut pejabat tersebut, milisi ini tidak hanya bentrok dengan aparat, tetapi juga dituduh telah membunuh warga sipil yang baru kembali dari pengungsian di Gaza selatan. “Pasukan keamanan berhasil mengendalikan situasi dan melancarkan penyisiran menyeluruh di wilayah tersebut,” ujar sumber keamanan.

Kematian Al-Jaafrawi menambah panjang daftar pekerja media yang menjadi korban. Sejak perang Israel meletus pada Oktober 2023, lebih dari 270 jurnalis dan pekerja media telah tewas di Gaza, menjadikannya konflik paling mematikan bagi jurnalis.

Baca Juga  Yordania Sambut Positif Respons Hamas atas Proposal Trump untuk Akhiri Perang Gaza

Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera pada Januari lalu, Al-Jaafrawi pernah mengungkapkan ketakutan yang terus membayanginya. “Sejujurnya, saya hidup dalam ketakutan setiap detiknya, terutama setelah mendengar apa yang dikatakan pendudukan Israel tentang saya. Saya tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di detik berikutnya,” ujarnya kala itu.

Tragedi ini terjadi di tengah upaya diplomasi tingkat tinggi untuk mengakhiri perang. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya pada hari Senin di Sharm el-Sheikh, Mesir.

Pertemuan yang digagas oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi itu bertujuan untuk menandatangani “dokumen yang mengakhiri perang di Jalur Gaza”. Namun, baik Israel maupun Hamas dilaporkan tidak akan memiliki perwakilan dalam perundingan bersejarah tersebut.

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *