Pakar Teknologi Pangan Soal Keracunan MBG: Tak Cukup Hanya Kebersihan Dapur

Pakar Teknologi Pangan Soal Keracunan MBG: Tak Cukup Hanya Kebersihan Dapur

MAKLUMAT — Maraknya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) beberapa waktu terakhir memunculkan kekhawatiran di masyarakat. Salah satunya terjadi di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, di mana 130 siswa mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG yang disediakan sekolah.

Pakar Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Rima Azara STP MP menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama kasus seperti ini bisa berasal dari kandungan nitrit yang terbentuk dari nitrat dalam makanan.

Pakar Teknologi Pangan Umsida, Rima Azara STP MP. (Foto: Dok. Umsida)
Pakar Teknologi Pangan Umsida, Rima Azara STP MP. (Foto: Dok. Umsida)

Menurutnya, nitrat secara alami terdapat pada beberapa bahan pangan seperti sayuran. Namun, dalam kondisi tertentu, terutama saat terpapar mikroba, senyawa itu bisa berubah menjadi nitrit yang berbahaya bagi tubuh.

Meski begitu, ia juga menandaskan bahwa nitrat bukanlah satu-satunya fator penyebab keracunan MBG. Ia menilai banyak faktor lain yang berpengaruh, yang menyebabkan makanan terkontaminasi dan mengakibatkan keracunan.

“Nah ketika dikonsumsi dengan jumlahnya berlebihan, di dalam tubuh nitrit mengganggu fungsi darah karena membuat hemoglobin tidak bisa membawa oksigen dengan baik, sehingga orang bisa pusing, mual, atau bahkan sesak,” terang Rima, dilansir laman resmi Umsida, Senin (13/10/2025).

Dosen lulusan S2 Teknologi Hasil Pangan Universitas Brawijaya (UB) itu menjelaskan bahwa ada kadar maksimum dari konsumsi nitrit. Mengutip data dari EPA (US Environmental Protection Agency), bahwa kadar maksimum nitrit yang boleh dikonsumsi dalam minuman adalah 1 mg/l.

Baca Juga  Pemerintah Bakal Sulap 20 Juta Hektare Hutan Jadi Lahan Pangan dan Energi, MLH PP Muhammadiyah Ingatkan Ancaman Krisis Iklim

Sumber Nitrat dan Faktor Lain Penyebab Keracunan

Rima menjelaskan, nitrat bisa masuk ke makanan dari berbagai sumber. Sayuran yang ditanam menggunakan pupuk kimia berlebih, air tanah yang tercemar, hingga daging olahan seperti sosis atau kornet bisa mengandung nitrat tinggi. Dalam daging olahan, nitrat bahkan sengaja ditambahkan sebagai pengawet dan penstabil warna.

Namun, nitrat bukan satu-satunya faktor pemicu keracunan MBG. “Banyak faktor lain, ya. Bisa karena bakteri seperti Salmonella atau E. coli, misalnya makanan yang kurang matang ataupun karena proses sanitasinya yang buruk,” jelasnya.

Ia menambahkan, racun alami seperti aflatoksin pada kacang berjamur atau solanin pada kentang kehijauan juga dapat menimbulkan keracunan. Selain itu, bahan kimia berbahaya seperti pestisida, logam berat, hingga bahan tambahan pangan ilegal dapat memperburuk risiko.

“Keracunan ini juga bisa karena kesalahan pengolahan. Misalnya, pengolahan yang tidak sempurna yang menyebabkan matang tidak merata, sehingga masih ada mikroba berbahaya yang ada dalam makanan tersebut dan menyebabkan keracunan MBG,” ungkapnya.

Pentingnya Standar Keamanan Pangan

Menurut Rima, perbedaan potensi keracunan antara bahan pangan segar dan olahan cukup signifikan. Bahan segar cenderung lebih aman jika dicuci dan diolah dengan benar, sementara makanan olahan memiliki risiko lebih tinggi karena proses penyimpanan yang lebih lama. “Jadi, makanan olahan perlu diawasi lebih ketat dari segi waktu dan suhu penyimpanan,” ujarnya.

Baca Juga  Sepakat dengan Dindik Hapus Wisuda, Anggota DPRD Jatim: Acara Kelulusan Sederhana Saja!

Ia menegaskan bahwa penerapan standar keamanan pangan menjadi langkah utama untuk mencegah kasus serupa. Rima menyarankan agar penyedia MBG menerapkan prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) dan mengikuti lima kunci keamanan pangan WHO.

“Jaga kebersihan, pisahkan bahan mentah dan matang, masak sampai suhu aman, simpan dengan benar, dan pastikan bahan serta air yang digunakan aman,” tuturnya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya menjaga kebersihan alat dan bahan selama proses pengolahan. Semua peralatan dan tangan harus dalam keadaan bersih, serta menggunakan talenan terpisah untuk bahan mentah dan matang guna mencegah kontaminasi silang.

Edukasi dan Pengawasan Jadi Kunci Pencegahan

Langkah pencegahan, kata Rima, tidak cukup hanya dengan menjaga kebersihan dapur. Pengawasan terhadap bahan baku, penerapan SOP pengolahan, serta pelatihan rutin bagi petugas dapur perlu dilakukan secara konsisten.

“Selain itu, uji laboratorium secara berkala perlu dilakukan untuk memastikan makanan aman. Edukasi kepada semua pihak juga penting agar mereka bisa mengenali makanan yang tidak layak konsumsi,” jelasnya.

Ia menilai, kesadaran semua pihak, baik penyedia makanan maupun konsumen, menjadi faktor penting dalam menekan risiko keracunan MBG. “Dengan langkah-langkah ini, kita bisa mengurangi kemungkinan paparan zat berbahaya, termasuk nitrit dan kontaminan lain, sehingga MBG tetap aman dikonsumsi,” pungkas Rima.

*) Penulis: Rima Azara / Romadhona S. / M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *