Guru Besar UMY: Kecerdasan Digital Tidak Bermakna Tanpa Kecerdasan Moral dan Spiritual

Guru Besar UMY: Kecerdasan Digital Tidak Bermakna Tanpa Kecerdasan Moral dan Spiritual

MAKLUMAT — Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof Dr Halim Purnomo MPdI, menyoroti tantangan besar di dunia pendidikan yang dihadapkan pada perkembangan teknologi digital belakangan yang dinilai telah memunculkan krisis baru.

Hal itu ia sampaikan ketika menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Pendidikan Karakter Kritis dan Etis: Pendekatan Konsep Profetik di Era Anomalistik,” dalam pengukuhannya sebagai guru besar pada Rabu (15/10/2025) lalu.

Dalam kesempatan itu, ia menyoroti fenomena ketergantungan manusia terhadap teknologi digital, yang dinilai telah memunculkan krisis baru dalam dunia pendidikan dan kehidupan sosial, yakni krisis spiritualitas dan kognitif.

Fenomena tersebut, kata dia, merupakan tantangan besar yang harus segera dijawab oleh dunia pendidikan agar manusia tidak kehilangan arah moral dan kemampuan berpikir mendalam.

Halim menyebut bahwa kemajuan teknologi, terutama dalam bidang kecerdasan buatan (AI) dan media digital, membawa dampak ganda bagi kehidupan manusia.

“Teknologi seharusnya membantu manusia berpikir lebih luas, bukan justru membuatnya malas berpikir. Banyak orang kini lebih cepat mempercayai informasi tanpa proses penalaran, bahkan mengabaikan nilai moral dalam mengambil keputusan,” ujarnya, dilansir laman resmi UMY.

Krisis Berpikir

Menurut Halim, di tengah derasnya arus informasi, masyarakat kini menghadapi gelombang kebingungan kognitif, di mana batas antara fakta dan opini, antara ilmu dan mitos, semakin kabur. Generasi muda yang terlalu bergantung pada mesin pencari dan platform digital tanpa memahami makna pengetahuan secara utuh berpotensi mengalami penurunan daya nalar.

Baca Juga  Peran Petani Muda dan Partisipasi Perempuan Jadi Kunci Keberlanjutan Usaha Tani Padi Organik

“Ironisnya, di era kecepatan akses ilmu pengetahuan, manusia justru mengalami krisis berpikir. Banyak yang tidak lagi mampu memilah mana yang benar, mana yang manipulatif,” sorotnya.

Selain krisis kognitif, ia juga menyoroti kemerosotan spiritualitas yang terjadi ketika manusia tidak lagi menimbang tindakannya dengan hati nurani dan nilai-nilai moral. Kemajuan teknologi tanpa kesadaran spiritual, kata dia, dapat menjerumuskan manusia menjadi makhluk yang cerdas secara intelektual, tetapi miskin kebijaksanaan.

Kecerdasan Moral dan Spiritual

Lebih lanjut, sebagai Guru Besar Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Studi Islam dan Peradaban (FSIP) UMY, Halim menegaskan bahwa pendidikan memiliki peran sentral dalam menanggulangi krisis spiritual dan kognitif. Sekolah dan universitas, menurutnya, harus menjadi ruang pembentukan keseimbangan antara penguasaan teknologi dan pemeliharaan kemanusiaan.

“Kecerdasan digital tidak akan bermakna tanpa kecerdasan moral dan spiritual. Di sinilah fungsi pendidikan: mengarahkan manusia agar bijak menggunakan teknologi, bukan dikuasai olehnya,” tandasnya.

Tak hanya itu, ia menekankan pentingnya pendidikan profetik yang memadukan akal, hati, dan tindakan. Pendidikan semacam ini, katanya, akan melahirkan manusia yang berpikir jernih, berbuat adil, dan memiliki kesadaran spiritual yang menuntun pada kebijaksanaan.

“Dunia pendidikan harus menjadi benteng terakhir untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kemanusiaan. Kita tidak boleh membiarkan manusia menjadi cerdas tanpa hati. Pendidikan sejati adalah yang menumbuhkan kebijaksanaan, bukan sekadar pengetahuan,” pungkas Halim.

Baca Juga  Teknologi yang Menyentuh Hati Manusia
*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *