Haru Pidato Bahasa Isyarat Ika Rizki Damayanti, Wisudawati Tuli Pertama UMPP

Haru Pidato Bahasa Isyarat Ika Rizki Damayanti, Wisudawati Tuli Pertama UMPP

MAKLUMAT– Ribuan pasang mata tertuju lurus ke atas mimbar wisuda Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP), Selasa pagi (21/10). Suasana hening. Sosok mahasiswi difabel bernama Ika Rizki Damayanti berdiri tegap di sana. Ika tidak berbicara dengan suara. Jemarinya menari-nari lincah, merangkai kata demi kata dalam bahasa isyarat.

Seorang juru bahasa isyarat (JBI) mendampinginya di sisi mimbar. JBI itu kemudian menjadi “suara” Ika, menerjemahkan setiap gerak tangan yang sarat makna itu menjadi pidato kelulusan yang menggugah. Kampus mendaulat Ika sebagai wisudawan tuli pertama dalam sejarah UMPP.

Sosok inspiratif dari Program Studi D-3 Manajemen Informatika itu membuktikan satu hal: keterbatasan fisik tidak pernah menghalangi cita-cita.

“Perkenalkan saya Ika. Saya tuli sejak usia 1 tahun. Alhamdulillah, hari ini saya bisa lulus D-3 Manajemen Informatika UMPP,” ujar Ika melalui JBI-nya. Riuh tepuk tangan hadirin langsung membahana memenuhi ruangan.

Ika melanjutkan, masyarakat kerap salah kaprah. Tuli dan dengar, kata dia, sebetulnya sama. Tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi.

“Hanya beda pilihan bahasa. Sama seperti orang Indonesia, orang Inggris, atau orang Arab yang beda pilihan bahasanya,” tegas Ika seperti dilansir laman Muhammadiyah. Lulusan vokasi itu merasa sangat terharu. Ia mendapat kesempatan memberi sambutan sekaligus melihat kampusnya mulai berbenah.

Perjuangan Ika mencapai mimbar itu tidak mudah. Dia sejatinya terlahir normal dan bisa mendengar. Namun, takdir berkata lain. Sakit panas tinggi saat usianya baru menginjak 1 tahun merenggut kemampuan pendengarannya. Dokter memvonisnya tuli permanen.

Baca Juga  Kisah Laura Amandasari, Mahasiswa Kristen yang Temukan 'Rumah Kedua' di UMSU

Ika kecil harus menempuh pendidikan di SD dan SMP umum. Sekolah-sekolah itu, pada masanya, belum menyediakan akses juru bahasa isyarat. Ia terpaksa berkomunikasi seadanya, mengandalkan gestur, membaca gerak bibir, hingga tulisan.

Pengalaman buruk pun kerap ia alami. Stigma sosial begitu menyakitkan. “Banyak yang menganggap saya bodoh dan tidak bisa bertingkah seperti anak pada umumnya,” kenang Ika.

Namun, cacian itu tidak memadamkan semangat belajarnya. Titik balik perjuangannya tiba saat Ika masuk Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk jenjang SMA. Di sanalah ia menemukan dunianya. Ia mulai intensif belajar bahasa isyarat dan merasa benar-benar diterima.

“Saya tidak merasa sendiri lagi karena banyak teman-teman tuli. Perjuangan kami sama, pengalamannya sama, harapannya sama. Kami ingin masyarakat tuh lebih inklusif untuk kami,” ungkapnya senang.

Komunitas Tuli Muda

Ika tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri. Pada 2020, sebelum ia lulus SMA, ia bersama rekan-rekannya mendirikan komunitas Tuli Muda. Komunitas ini mewadahi anak-anak muda penyandang tuli di kawasan Pekalongan Raya.

“Dan selama 5 tahun ini, kami aktif membuka dan mengajar di kelas bahasa isyarat untuk masyarakat umum,” imbuhnya. Hebatnya lagi, Ika juga sudah tiga tahun terakhir mengabdikan diri sebagai juru bahasa isyarat di program berita stasiun televisi lokal, Batik TV.

Di atas mimbar kebanggaannya, Ika mengucapkan terima kasih mendalam kepada orang tua dan seluruh civitas akademika UMPP. Ia melihat UMPP kini punya target baru untuk menjadi kampus yang inklusif.

Baca Juga  Taufik Hidayat, Legenda Bulu Tangkis yang Diminta Prabowo Membantu Tingkatkan Olahraga Indonesia

“Sebelum saya lulus, saya bisa melihat langsung UMPP berusaha menjadi kampus yang ramah untuk difabel. Terima kasih,” terangnya. Ika berharap UMPP dapat benar-benar mewujudkan cita-cita itu.

“Saya cinta UMPP,” pungkas Ika. Pidatonya menutup dengan tepuk tangan yang lebih riuh dari sebelumnya.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *