MAKLUMAT – Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, David Effendi, menyoroti arah pembangunan nasional warisan era Presiden Jokowi yang masih berorientasi pada proyek-proyek besar tanpa memperhatikan keseimbangan sosial dan ekologis. Ia mengibaratkan presiden ketujuh itu dengan tokoh legendaris Raja Midas dari mitologi Yunani.
“Apa-apa yang ia sentuh kemudian menjadi PSN (Proyek Strategis Nasional),” ujarnya dalam forum bertajuk Refleksi 1 Tahun Kabinet Prabowo-Gibran yang digelar LHKP PWM Jawa Timur pada Kamis (23/10/2025) secara daring melalui Zoom Meeting dan luring di Kantor PWM Jawa Timur.
David mengatakan, analogi itu muncul karena banyaknya kebijakan pembangunan di era Jokowi berujung pada label proyek strategis nasional. Ia melihat kecenderungan pemerintah menempatkan pembangunan fisik sebagai ukuran utama kemajuan. Sementara aspek keberlanjutan dan keadilan sosial kerap terpinggirkan.
Raja Midas dalam kisahnya dikenal karena kemampuannya mengubah apa pun yang disentuh menjadi emas. Sesuatu yang awalnya dianggap anugrah itu akhirnya berbalik menjadi malapetaka. Hal itu pun menjadi simbol dari keserakahan dan kehilangan kebijaksanaan. David menilai, kisah itu relevan untuk menggambarkan bagaimana PSN dijalankan.
Ia menyebutkan bahwa kebijakan yang seolah menguntungkan di atas kertas justru bisa menjadi bumerang ketika menimbulkan kerusakan lingkungan, menggusur masyarakat, dan memicu ketimpangan baru. Beberapa riset yang membuktikan bahwa banyak PSN hadir dengan semangat percepatan, tetapi minim transparansi, partisipasi publik, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Koreksi Warisan Jokowi
David menegaskan bahwa semangat pembangunan tidak boleh mengabaikan prinsip kemanusiaan dan keberlanjutan. Ia menilai, pola yang diwariskan dari masa Jokowi kini cenderung diteruskan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran tanpa koreksi yang berarti. “PSN seperti gulma bagi rakyat dan lingkungan hidup,” katanya.
Sejak awal PSN dijalankan, kontribusinya terhadap kesejahteraan rakyat belum terlihat jelas. Banyak penelitian, menurutnya, menunjukkan bahwa manfaat proyek justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok korporasi besar dibanding masyarakat sekitar.
Di sisi lain, lahan pertanian dan wilayah kelola rakyat semakin menyempit, sementara dampak buruk terhadap lingkungan semakin meningkat. “Kontribusi PSN masih dipertanyakan. Justru yang ada sebaliknya, riset-riset menyebutkan bahwa malah sebaliknya,” ujarnya.
David juga menyoroti banyaknya konflik agraria yang muncul akibat ekspansi PSN di berbagai daerah. Ia mengatakan bahwa masyarakat lokal sering kali dipaksa melepas lahan tanpa kompensasi memadai. Proses konsultasi publik yang semestinya menjadi bagian dari perencanaan proyek kerap dilakukan secara formalitas.
“Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia telah kehilangan lahan yang luas karena ekspansi PSN. Dan sering kali tidak mendapatkan kompensasi yang memadai. Sebagai reaksi, warga melakukan aksi demonstrasi, lobi, hingga litigasi,” jelasnya.
Comments