Strategi Kampus Indonesia Menembus Sekat Global

Strategi Kampus Indonesia Menembus Sekat Global

MAKLUMAT — Pemeringkatan Times Higher Education World University Rankings (THE WUR) 2026 kembali memberi cermin tajam bagi dunia pendidikan tinggi Indonesia. Dari lebih dari 2.100 universitas di seluruh dunia yang masuk daftar, kita telusuri hanya lima universitas Indonesia yang berhasil bertahan di daftar utama.  Namun tidak satu pun berada di peringkat 700 besar dunia. Lima kampus itu adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Penulis: Dzulfikar Arifuddin, S.T., M.T.
 Foto:Dok Pribadi

Mengapa universitas di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia mampu menembus jajaran 300 besar dunia, sementara kampus Indonesia masih tertinggal jauh di kisaran 800 hingga 1.500? Jawaban atas pertanyaan itu tidak bisa disederhanakan hanya pada kualitas dosen atau jumlah publikasi ilmiah. Akar persoalannya lebih dalam, yakni terletak pada arsitektur sistem pendidikan tinggi kita: bagaimana universitas dirancang, dikelola, dan diberi ruang untuk tumbuh dalam ekosistem riset yang kompetitif secara global.

Jika menelusuri lebih jauh, pemeringkatan THE WUR menilai universitas berdasarkan lima pilar utama: Teaching (29,5%), Research Environment (29%), Research Quality (30%), Industry (4%), dan International Outlook (7,5%). Hasilnya menunjukkan jurang yang lebar antara kampus Indonesia dan universitas-universitas papan atas dunia. University of Oxford dan Harvard University, misalnya, mencatat skor mendekati sempurna di hampir semua pilar, terutama dalam Research Environment dan Research Quality yang mencapai angka 100. Skor Teaching mereka pun di atas 95, sementara International Outlook Oxford berada di kisaran 97,6—menandakan suasana akademik yang sepenuhnya global. Di tingkat Asia, National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU) menunjukkan performa serupa. Skor Research Quality keduanya di atas 95, Industry mencapai hampir 100, dan International Outlook berada di rentang 92 hingga 96.

Baca Juga  Crazy Idea Wujudkan Negeri Terang: Cerita Imaginer dari Negeri Baladinisia

Bandingkan dengan universitas unggulan Indonesia, yang rata-rata baru mencatat skor Teaching di kisaran 25–32, Research Environment 20–25, dan Research Quality di bawah 40. Bahkan untuk International Outlook—indikator keterbukaan akademik dan kolaborasi lintas negara—skor kita masih berkisar 40–50, jauh di bawah NUS yang hampir dua kali lipatnya. Data tersebut menggambarkan bahwa ekosistem riset dan internasionalisasi di perguruan tinggi Indonesia belum matang. Lingkungan riset yang kuat belum terbentuk secara berkelanjutan, sementara pendanaan riset masih bersifat fragmentaris dan bergantung pada skema tahunan. Pola ini tidak mendukung kolaborasi lintas institusi maupun keberlanjutan proyek jangka panjang. Di sisi lain, internasionalisasi masih sering berhenti di tataran simbolik. Banyak kampus memiliki ratusan nota kesepahaman (MoU) dengan universitas luar negeri, namun hanya sedikit yang benar-benar menghasilkan riset bersama, publikasi kolaboratif, atau paten lintas negara. Regulasi kepegawaian dan sistem insentif akademik pun belum memungkinkan mobilitas dosen-peneliti secara luas. Padahal, di universitas seperti NUS dan NTU, pergerakan akademisi antarnegara sudah menjadi bagian dari sistem, bukan pengecualian.

Tiga Agenda Prioritas

Kondisi ini menunjukkan perlunya perubahan arah kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia—dari sekadar mengejar peringkat menuju penciptaan dampak nyata. Kemenristekdikti bersama rektorat kampus besar perlu menginisiasi langkah-langkah strategis lintas batas kelembagaan. Agenda prioritas pertama adalah membangun Research Commons nasional: jaringan riset lintas universitas dengan laboratorium bersama, open data platform, dan sistem pendanaan kolaboratif. Model seperti Agency for Science, Technology and Research (A*STAR) di Singapura dapat menjadi contoh bagaimana lembaga riset bersama dapat memperkuat daya saing universitas di level global.

Baca Juga  Indonesia: antara Merdeka dan Fatamorgana

Agenda kedua adalah internasionalisasi yang produktif. Setiap kerja sama internasional seharusnya menghasilkan produk konkret—entah itu joint research, joint patent, atau dual-degree program. Pemerintah juga perlu menyederhanakan perizinan dan memberikan insentif bagi dosen atau peneliti asing yang bersedia mengajar dan meneliti di Indonesia dalam jangka panjang.

Agenda ketiga berkaitan dengan hubungan antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah—konsep yang dikenal sebagai triple helix. Beberapa kampus seperti ITB dan UI telah menunjukkan potensi besar dalam menjalin kerja sama dengan dunia industri. Kini tantangannya adalah memperluas kolaborasi itu menuju penciptaan nilai (value creation): riset terapan yang mampu melahirkan teknologi baru, startup, atau model bisnis berkelanjutan yang berdampak langsung pada masyarakat.
Dalam konteks ini, filosofi “Kampus Merdeka” perlu ditransformasikan menjadi “Kampus Berdampak.” Peringkat internasional sejatinya bukan tujuan akhir, melainkan refleksi dari kualitas sistem yang sehat. Kampus unggulan Indonesia dapat belajar dari Oxford dan NUS, bahwa daya saing global tumbuh dari tata kelola riset yang transparan, keberanian membuka diri terhadap dunia, dan orientasi pada manfaat sosial-ekonomi.
Jika targetnya adalah membawa kampus Indonesia menembus 500 besar dunia sebelum 2030, maka diperlukan visi kebijakan baru, sebuah “politik ilmu pengetahuan”, yang menempatkan riset, inovasi, dan kolaborasi internasional sebagai poros utama kemajuan bangsa. Arah ini mendorong kampus-kampus di Indonesia meningkatkan peringkat sekaligus berperan sebagai motor perubahan yang menembus sekat global, mengangkat martabat ilmu pengetahuan nasional di panggung dunia. ***

Baca Juga  19 Tahun Lumpur Lapindo: Keserakahan yang Terus Berulang
*) Penulis: Dzulfikar Arifuddin, S.T., M.T.
Wakil Sekretaris Jenderal PP IKA ITS 2024–2028 I Sekretaris Dewan Pakar IKA ITS PW Jakarta Raya 2023–2027

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *