Sawah Vertikal 14 Lantai Mahasiswa UMS, Solusi Gerah Lihat Impor Beras

Sawah Vertikal 14 Lantai Mahasiswa UMS, Solusi Gerah Lihat Impor Beras

MAKLUMATPemerintah Indonesia pernah mengimpor 3,84 juta ton beras pada 2024. Angka jumbo itu sukses membuat gerah empat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Mereka tidak tinggal diam. Mereka lantas merancang konsep pertanian vertikal terpadu di tengah kota yang mereka beri nama Nusa-Gritecture.

Sawah vertikal karya Mahasiswa UMS. Foto-foto:Dok Humas

Konsep canggih ini memadukan bangunan hijau dengan pertanian vertikal modern. Hasilnya, sebuah ‘sawah’ setinggi 14 lantai yang dirancang untuk menjawab berbagai tantangan produksi pangan.

Ketua Tim Nusa-Gritecture, Ariz Fantrio Larosa, menjelaskan ide ini bermula dari keresahan kolektif. Di satu sisi, impor beras gila-gilaan. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian di Indonesia kian masif. Perubahan iklim juga membuat sektor pertanian rentan gagal panen.

Mahasiswa Arsitektur UMS angkatan 2022 itu juga menyoroti masalah lain. Profesi petani kian dianggap kurang menarik. ”Generasi muda melihat (profesi) petani itu kurang menarik,” ujar Ariz dalam wawancara virtual pertengahan Oktober lalu.

Ariz lantas mengajak teman kuliahnya, Rizki Rozan Fahrezi. Keduanya mulai membuat rancangan awal. Nama Nusa-Gritecture pun tercetus, gabungan dari kata ”Nusantara”, ”agriculture”, dan ”architecture”.

Uniknya, ide ini lahir saat mereka terpisah jarak. ”Waktu itu kami masih dalam masa pertukaran pelajar. Rozan lagi di Malaysia. Aku lagi di Malang. Kemudian kami diskusi online buat mengonsep Nusa-Gritecture,” kenang Ariz.

Keduanya sadar konsep ini butuh pengembangan serius. Mereka pun merekrut teman satu prodi, Achda Umam, dan mahasiswa Geografi UMS, Saka Nafi Pardana. ”Saya, Rozan, dan Umam bertugas mengembangkan rancang bangunannya. Sementara Saka bertugas merancang campuran tanah untuk media tanam padinya,” kata Ariz seperti dilansir laman UMS.

Baca Juga  Kapolri Pantau One Way Nasional; Waktu Tempuh Semarang-Cikampek 5 Jam 6 Menit

Setara 76 Hektare Sawah

Dengan telaten, Rizki Rozan Fahrezi, yang akrab disapa Rozan, menjelaskan spesifikasi Nusa-Gritecture. Mereka merancang bangunan ini setinggi 14 lantai. Lantai pertama dan kedua gedung mereka gunakan untuk menyemai bibit padi, penggilingan, pengepakan, dan penyimpanan beras.

Sementara itu, lantai tiga hingga keempat belas menjadi area utama menumbuhkan padi. Rozan mengalkulasi luas lahan pertanian 12 lantai itu setara dengan sawah konvensional seluas 76 hektar.

Bangunan ini juga mereka bekali empat fitur utama. Pertama, all in one food processing. Fitur ini memungkinkan proses produksi beras—sejak pembenihan, penanaman, pemanenan, pengeringan, sampai penggilingan—berlangsung dalam satu atap.

Kedua, inovasi seedling machine atau alat pembenihan. Alat sederhana ini berbentuk seperti bianglala mini yang memuat wadah bibit padi. Alat tersebut dapat berputar sepanjang pagi hingga sore. Tujuannya agar tanaman padi mendapat sinar matahari yang cukup.

Satu unit seedling machine dapat menumbuhkan bibit padi untuk lahan 50 meter persegi. Rozan menuturkan, Nusa-Gritecture memiliki 40 unit seedling machine.

Ketiga, rancangan Nusa-Gritecture dilengkapi dengan smart facade. Fasad bangunan itu berbentuk seperti jendela ayun yang bisa membuka dan menutup secara otomatis. Rozan menjelaskan fasad bangunan akan menutup saat angin kencang berhembus atau saat hujan deras. ”Agar tidak merusak penanaman yang ada di dalamnya,” ujarnya.

Keempat, bangunan itu memiliki kolam retensi di bagian bawah. Kolam ini berfungsi menampung air hujan dan mencegah banjir. Kolam raksasa ini mampu menampung hingga 2,2 juta liter air. Air tersebut, kata Rozan, dapat mereka gunakan untuk mengairi tanaman padi di lantai atasnya.

Baca Juga  Fenomena Zero ODOL: Dosen UMS Tawarkan Pembenahan Sistem Logistik

Panel Surya dan Produksi Melimpah

Tim ini memilih varietas padi Inpari 33. Varietas ini unggul karena tahan hama dan tahan kondisi ekstrem seperti kekeringan maupun banjir. Mereka menanam padi pada rak khusus yang terdiri dari dua level. Media tanamnya menggunakan campuran tanah liat berpasir, kompos, dan sabut kelapa.

Untuk menyuplai kebutuhan listrik, Ariz dan Rozan menambahkan 220 panel surya di lantai atas. Mereka mengklaim panel surya itu dapat memenuhi 92,4 persen kebutuhan listrik bangunan.

Hasilnya? Nusa-Gritecture diklaim dapat memproduksi beras 23-24 kali lebih banyak dari sawah seluas 0,9 hektar. ”Dari kalkulasi kami, produksi beras selama setahun itu bisa mencapai 172,8 ton per tahun,” beber Rozan.

Sabet Emas di Jepang

Di bawah bimbingan dosen Arsitektur UMS, Fauzi Mizan Prabowo Aji, S.Ars., M.Ars., Tim Nusa-Gritecture melakukan perbaikan dan pengembangan selama delapan bulan. Mereka lantas mempresentasikan karya Nusa-Gritecture di hadapan Biro Kemahasiswaan UMS.

Nusa-Gritecture pun lolos seleksi internal. Mereka mendapatkan pendanaan untuk melaju ke Japan Design, Idea, and Exhibition (JDIE) 2025 kategori pertanian.

Kompetisi yang berlangsung pada 5-6 Juli 2025 di Tokyo, Jepang, ini menjadi momentum mereka bersinar. Setelah melalui serangkaian presentasi, Nusa-Gritecture akhirnya meraih medali emas.

Dosen pembimbing, Fauzi, mengaku bangga atas capaian itu. ”Ini menjadi bukti bahwa mahasiswa Arsitektur dan Geografi UMS mampu bersaing, bahkan unggul dibandingkan kampus-kampus ternama lain di Asia,” tegasnya.***

Baca Juga  Tok! Pemerintah Putuskan Empat Pulau Sengketa Masuk Wilayah Aceh
*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *