CALON Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan mendapatkan giliran pertama untuk menyampaikan visi dan misinya dalam Debat Calon Presiden Edisi Pertama, Selasa (12/12/2023). Debat Capres yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) digelar di Halaman Kantor KPU RI.
Tanpa ‘tedeng aling-aling’, capres yang diusung oleh Koalisi Perubahan itu langsung ‘menyerang’ pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran dalam paparan visinya pada topik penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM).
“Bila kita saksikan hari ini, ada satu orang milenial bisa menjadi calon wakil presiden, tetapi ada ribuan milenial, generasi z, yang peduli pada anak-anak bangsa, yang peduli pada mereka yang termarjinalkan, ketika mereka mengungkapkan pendapat, ketika mereka mengkritik pemerintah, justru mereka sering dihadapi dengan kekerasan, dihadapi dengan benturan, dan bahkan gas air mata,” ujar Anies.
“Apakah kondisi ini akan dibiarkan? Tidak, kita harus lakukan perubahan,” sambungnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga bercerita tentang dua kasus yang ditemukannya saat turun dan melakukan kunjungan ke daerah-daerah. Pertama, yakni pada kasus seorang ibu rumah tangga yang meninggal akibat dari korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Ada peristiwa seperti Ibu Mega Suryani Dewi, seorang ibu rumah tangga yang mengalami kekerasan rumah tangga, lapor kepada negara, tidak diperhatikan, dan dia meninggal korban kekerasan. Apakah akan dibiarkan? Tidak, ini harus diubah,” kisahnya.
Kedua, Anies mengisahkan kasus Harun Al Rasyid yang meninggal saat melakukan protes terkait hasil Pemilu 2019 lalu, yang sampai saat ini kasusnya tidak menemukan kejelasan.
“Hadir di sini, ayahnya Harun Al Rasyid. Harun Al Rasyid adalah anak yang meninggal, pendukung Pak Prabowo yang menuntut keadilan pada saat itu, protes hasil Pemilu. Apa yang terjadi? Dia tewas, sampai dengan hari ini tidak ada kejelasan. Apakah ini akan dibiarkan? Tidak, ini harus diubah,” ungkap capres yang diusung oleh Partai Nasdem, PKS dan PKB itu.
Sebelumnya, Anies berpendapat, bahwa negara hukum adalah sebuah negara yang mampu menempatkan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadir rasa keadilan, memberikan kebermanfaatan, dan memberikan kepastian kepada semua. “Ini harus dipegang teguh oleh pemegang kekuasaan, baik di puncak dan seluruh jajaran,” ujarnya.
“Tapi apa yang terjadi? Banyak aturan ditekuk sesuai dengan kepentingan yang sedang memegang kekuasaan. Apakah ini akan diteruskan? Tidak, ini harus diubah, ini harus dikembalikan,” imbuh Anies.
Menurut dia, belakangan ini tatanan dalam menyelenggarakan pemerintahan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang tepat. Anies menyebut, Indonesia adalah sebagai negara hukum bukan negara kekuasaan, sebab itu harus dilakukan perubahan, posisi hukum sebagai panglima harus dikembalikan.
“Dalam negara hukum, kekuasaan diatur oleh hukum. Dalam negara kekuasaan, hukum diatur oleh penguasa. Dan kita tidak menginginkan itu terjadi,” kelakarnya.
“Pada saat ini, kalau kita lihat hukum itu harusnya tegak begini, inilah hukum. Dalam kenyataannya bengkok, dia tajam ke bawah, dia tumpul keatas. Dan kondisi ini tidak boleh didiamkan, tidak boleh dibiarkan, dan harus berubah. Karena itu kita mendorong perubahan, mengembalikan hukum menjadi tegak kepada semuanya,” pungkas Anies.(*)
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto