MAKLUMAT — Era modern saat ini tak bisa terlepas dari fenomena digitalisasi. Apalagi, segala elemen kehidupan sosial urban terkungkung oleh teknologi yang memang secara ideal dapat mempermudah tujuan manusia, khususnya media sosial. Menurut Teknologi.id yang melansir dari World Population Review, terdapat lima negara yang memiliki pengguna media sosial terbanyak.
Pertama, Tiongkok dengan 1 miliar pengguna. Kedua, India dengan 467 juta pengguna. Ketiga, Amerika Serikat 246 juta pengguna. Keempat, Indonesia dengan 167 juta pengguna. Kelima, Brasil 152,4 juta pengguna. Sebagai negara yang menempati urutan ke-4, Indonesia memiliki peluang bagi masyarakatnya untuk bisa memanfaatkan media sosial guna kepentingan tertentu.
Dalam konteks ini, aktor politik juga memiliki peluang memanfaatkan platform media sosial sebagai alat untuk meraih suatu kepentingan. Seperti yang dilakukan oleh Armuji (Cak Ji) dan Mimik Idayana. Keduanya merupakan wakil kepala daerah aktif dari dua kota besar di Jawa Timur, yakni Cak Ji sebagai Wakil Wali Kota Surabaya dan Mimik Idayana yang merupakan Wakil Bupati Sidoarjo.
Mereka memiliki kedekatan personal satu sama lain, hal ini dapat ditinjau melalui unggahan konten kanal YouTube Armuji. Sejauh tinjauan penulis, terdapat tujuh konten yang bersifat kolaborasi antara dua tokoh itu, di antaranya seperti “Sidak Kolaborasi dengan Bu Mimik, Cak Ji Kawal Warga Ditipu Miliaran!?” diunggah 2 Juni 2025, serta “Mediasi Lanjutan Dugaan Penipuan Jual Beli Rumah Cessie, Korban Kian Banyak!!” diunggah 11 Juni 2025.
Selain itu ada juga “Lisna dan Suami Tak Kunjung Datang, Cak Ji dan Bu Mimik Grebek Kantornya” diunggah 16 Juni 2025, “Akhirnya Aset Lisna Diserahkan” diunggah 17 Juni 2025, “Tanah Kavling di Sidoarjo Diduga Penipuan” diunggah 25 Agustus 2025, maupun “Tanah Kas Desa Dijual” diunggah 27 Agustus 2025.
Tak cuma itu, sejauh tinjauan penulis, Cak Ji dan Mimik memanfaatkan ruang media digital yang lain, seperti Instagram, TikTok, dan Facebook guna publikasi kontennya. Adanya konten kolaborasi di atas membuat partisipasi politik masyarakat kian masif melalui media. Hal ini terlihat dari bermacam-macamnya respons masyarakat melalui kolom komentar video.
Bahkan ada yang menggiring melalui narasi-narasi politik, seperti membandingkan peran pimpinan daerah lainnya. Fenomena seperti ini menjadi hal yang menarik karena dari sebuah pemanfaatan ruang digital, utamanya media sosial, melahirkan dampak politik yang signifikan bagi aktor politik dan masyarakat.
Aktor politik dan masyarakat memiliki hubungan integral yang memengaruhi satu sama lain. Dalam spektrum ilmu politik hal ini memiliki kaitan dengan fenomena jaringan aktor dan strategi politik. Untuk membedah substansi fenomena di atas, penulis melakukan pendekatan Actor-Network Theory (ANT). Teori Jaringan Aktor atau ANT merupakan sebuah pendekatan interdisipliner keilmuan studi ilmu-ilmu sosial dan studi teknologi.
Teori yang dipelopori oleh Bruno Latour ini telah berkembang secara pesat dan telah banyak dipakai di bidang-bidang pengetahuan seperti sosial, politik, dan teknologi. Teori ini memiliki empat konsep untuk membedah sebuah fenomena, yaitu jaringan, aktor, translasi, dan intermediary.
Jaringan didefinisikan sebagai konsep jaringan yang bukan hanya berkaitan dengan hubungan antara aktor-aktor manusia saja melainkan juga dengan aktor non-manusia. Aktor didefinisikan sebagai sesuatu yang ikut beraktivitas, bukan hanya aktor manusia saja, tetapi juga objek teknis.
Translasi didefinisikan sebagai perjajakan aksi-aksi yang berjalan stabil terkait hubungan antaraktor hingga dapat terus berfungsi dengan baik. Intermediary didefinisikan sebagai aktor yang bersirkulasi dengan aktor-aktor lain yang tujuannya untuk menjaga hubungan di antara mereka.
Penulis memakai empat konsep tersebut untuk membedah fenomena kolaborasi antara Cak Ji dan Mimik. Dalam hal ini, jaringan dimaksudkan sebagai kedua wakil kepala daerah tersebut memanfaatkan media digital untuk berhubungan dan memublikasikan aktivitas politiknya melalui konten kolaborasi.
Aktor dimaksudkan sebagai mereka menjadikan perangkat media sebagai pendukung untuk melakukan konten, seperti handphone, kamera, dan perangkat pendukung lainnya. Translasi dimaksudkan sebagai konten kolaborasi yang dilakukan bersifat sustainable dan konsisten dengan tema yang berbeda-beda hingga memiliki respons yang heterogen dari viewers. Sedangkan intermediary dimaksudkan sebagai hubungan komunikasi politik Cak Ji dan Mimik yang terjalin dengan baik, sehingga potensi konten kolaborasi akan terus digalakkan.
Implikasi konten yang dilakukan juga akan memengaruhi elektabilitas politik Cak Ji dan Mimik, yang mana elektabilitas merupakan faktor penting untuk memperkokoh legitimasi politik. Apalagi legitimasi politik sangat diperlukan bagi semua politisi, terlebih ketika momen-momen krusial seperti banyaknya pejabat publik yang demagog dan hipokrit, dan rakyat menginginkan pemimpin yang melakukan kerja nyata.
Untuk membuktikan adanya kerja nyata, sejumlah politisi membuat konten-konten untuk menunjukkan aksi-aksi nyata. Selain Cak Ji dan Mimik, di daerah lain pun dilakukan hal yang sama, seperti Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang sering kali menayangkan aktivitas merakyatnya.
Namun, bagaimana pun juga politik tetaplah politik, yang artinya setiap pergerakan aktor politik, khususnya yang dilakukan Cak Ji dan Mimik, tetap ada unsur kepentingan, entah kepentingan apa pun itu. Aktivitas politik juga tak bisa terlepas dari reaksi publik dan opini-opini liar yang merekah. Konten Cak Ji dan Mimik tak bisa terlepas dari liarnya opini publik; pertarungan narasi publik terus menyeruak seiring munculnya konten-konten terbaru. Penulis yang menjadi pengamat konten tersebut seakan menanyakan, apakah video yang ditampilkan memang murni bersifat membela hak-hak rakyat? Ataukah hanya sandiwara politik belaka?
Menurut Erving Goffman, setiap individu selalu terlibat dalam upaya-upaya interaktif. Aktivitas tindakan dalam arena tertentu bisa disebut sebagai penampilan. Sejalan dengan itu, dalam penampilan perlu diketahui wajah panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Front stage ialah bagian individu yang ditampilkan pada publik, sedangkan back stage ialah aktivitas, pandangan, dan kepribadian yang ingin disembunyikan.
Sebagai publik yang menjadi sasaran sebuah konten, khususnya dalam hal politik, perlu untuk kritis dalam membedah sebuah suguhan konten, dengan mengutamakan pandangan front stage dan back stage. Jangan sampai kita termakan oleh opini-opini liar yang justru akan menimbulkan efek bola panas terhadap kestabilan opini.
Berdasarkan survei Digital Report 2024, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia. Sebanyak 83,1% responden menggunakan internet guna menggali informasi, sedangkan 70,9% responden lain menggunakan internet untuk tetap berkomunikasi dengan kerabat dan keluarga. Dari survei tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan internet untuk mencari informasi.
Implikasi dari jaringan aktor antara Armuji, Mimik, media, dan masyarakat memiliki konsekuensi besar terhadap berjalannya narasi-narasi di ranah publik. Hal ini dapat berpengaruh juga pada sirkulasi sosial-politik. Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul 21 Lessons for the 21st Century menyebutkan bahwa pertarungan narasi-narasi memiliki dampak yang begitu besar untuk membentuk pengetahuan masyarakat.
Kesimpulan yang bisa diambil dari fenomena jaringan aktor antara Armuji dan Mimik Idayana serta pertarungan opini publik setelahnya ialah bahwa elektabilitas politik dari aktor-aktor politik bisa diorkestrasi melalui media digital dengan menyesuaikan kebutuhan masyarakat Indonesia akan hausnya informasi.
Namun, dalam konteks ini masyarakat perlu untuk lebih kritis lagi dalam memahami dan mereaksi sebuah konten yang disuguhkan oleh para aktor politik agar tak mudah tergiring oleh opini liar dari publik yang lain. Sehingga kedewasaan masyarakat dalam memandang realitas politik tetap berada dalam koridor nalar kritis.