Totok Daryanto: Politik Uang Masih Jadi Luka Lama Pemilu di Indonesia

Totok Daryanto: Politik Uang Masih Jadi Luka Lama Pemilu di Indonesia

MAKLUMAT — Anggota Komisi XII DPR RI, Totok Daryanto, menilai kerusakan politik di Indonesia bersumber dari masih terbukanya celah praktik uang dalam pemilu. Menurutnya, meski regulasi sudah melarang politik uang, pendekatan berbasis materi masih menjadi jalan pintas yang dianggap efektif untuk meraih kemenangan.

“Hal ini akan memperparah situasi demokrasi ke depannya,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam sharing session Sekolah Kepemimpinan Nasional (SKN) 2025 di BBPPMPV Seni dan Budaya, Kabupaten Sleman, Selasa (11/11/2025).

Dalam acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah itu, Totok menyoroti dua alat utama yang kerap digunakan dalam pertarungan elektoral: uang dan apa yang disebutnya sebagai konsep partai advokasi.

“Kalau rakyat punya masalah, apakah selama ini ia ke partai yang dulu dipilihnya? Nah, partai harusnya bersama rakyat. Ini yang saya sebut sebagai partai advokasi. Meski, itu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat,” jelasnya.

Totok menegaskan, partai advokasi merupakan model politik yang menempatkan rakyat sebagai pusat perjuangan, bukan sekadar objek kampanye. Ia percaya, jika konsep ini diterapkan, politik akan memiliki nilai yang lebih tinggi dari sekadar uang.

“Mengapa orang itu bisa dibeli dengan uang? Karena uang menjadi nilai yang tertinggi. Itu yang menjadi masalah,” ujarnya.

Menurutnya, perubahan nilai itu hanya bisa terjadi jika partai politik mau meninggalkan budaya transaksional dan mulai bekerja di tingkat akar rumput. Tanpa pergeseran tersebut, ia memperingatkan bahwa pemilu justru akan memperdalam krisis kepercayaan publik terhadap politik.

Baca Juga  Muhammadiyah Punya Pengalaman Mengantar Caleg KaderMu

“Kalau pemilu terus seperti ini, menurut saya akan membuat bencana politik di Indonesia. Bahkan sekolah kepemimpinan apa pun tidak akan ada gunanya jika lapangannya tidak dibenahi,” katanya.

Totok juga menekankan pentingnya pendekatan yang sesuai dengan karakter setiap bidang dalam politik. Ia menilai, kesalahan dalam memahami konteks sosial dan profesi sering membuat strategi politik kehilangan arah.

“Kalau bisnis didekati dengan sosial, maka tidak nyambung, bisa bangkrut. Sebaliknya, kalau sosial didekati dengan pendekatan bisnis, maka juga tidak etis,” jelasnya.

Ia menilai, politik Indonesia saat ini justru mengalami anomali karena lebih sering didekati dengan uang, bukan dengan nilai-nilai politik yang seharusnya menjadi dasar. Bagi Totok, partai politik semestinya mengambil peran sebagai pelindung dan pendamping masyarakat, bukan sekadar mesin elektoral.

“Partai hari ini terkesannya lomba buat spanduk, lomba buat jargon saja. Kita harus identifikasi identitas itu dengan realitasnya,” ujarnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *