Israel Pasang Jebakan! 20.000 Pasukan RI ke Gaza Dihadang Syarat ‘Maut’, Kunci Yordania Jadi Penyelamat

Israel Pasang Jebakan! 20.000 Pasukan RI ke Gaza Dihadang Syarat ‘Maut’, Kunci Yordania Jadi Penyelamat

MAKLUMAT – Rencana besar Indonesia mengirimkan hingga 20.000 prajurit terbaik ke Palestina untuk bergabung dalam International Stabilization Force (ISF) terus bergulir. Namun, di tengah persiapan, tantangan diplomatik langsung menghadang: syarat dari Israel yang mewajibkan negara kontributor ISF mengakui Israel sebagai sebuah negara.

Guru Besar Hukum Internasional, Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D., menilai syarat tersebut sebagai manuver Israel untuk menyingkirkan Indonesia. Prof. Hikmahanto membahas dilema strategis ini bersama Respiratori Sadam Al Jihad, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) dalam Dialog Kompas TV Petang, Sabtu (15/11/2025) malam. Keduanya sepakat menyebut peran Yordania bisa menjadi kunci utama bagi Indonesia. Tidak hanya untuk memuluskan langkah diplomatik pasukan, tetapi juga mengamankan peluang ekonomi raksasa bagi BUMN Karya Indonesia dalam proyek rekonstruksi Gaza.

Dilema ISF: Koalisi Sukarela Lebih Fleksibel

Prof. Hikmahanto mengungkapkan dua agenda utama Indonesia. Pertama, partisipasi dalam ISF dengan janji Presiden mengirimkan 20.000 personel. “Ini masih wacana, apakah harus lewat Dewan Keamanan PBB atau seperti Coalition of the Willing saat Presiden Bush Junior masuk ke Irak,” jelas Prof. Hikmahanto.

Opsi melalui Dewan Keamanan PBB dikhawatirkan menghadapi hambatan biaya dari negara lain. Karena itu, ‘Koalisi Sukarela’ dianggap lebih memungkinkan untuk menjaga gencatan senjata. Namun, di sini masalah muncul. Israel tiba-tiba mensyaratkan negara penyumbang pasukan mengakui Israel. Syarat ini terang-terangan dicurigai Prof. Hikmahanto sebagai upaya mendepak Indonesia.

Baca Juga  Pesan Ketua LHKP PWM Jatim untuk Anggota DPRD Jawa Timur 2024-2029

“Seharusnya Israel tidak punya hak memberikan syarat kepada siapapun yang mau masuk dalam ISF ini. Karena Hamas juga tidak akan dilibatkan dalam pemerintahan transisi,” tegasnya.

Untuk mengatasi jebakan diplomatik ini, ia menyarankan agar Indonesia memanfaatkan sumber intelijen dari Yordania. Yordania, yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, dianggap bisa menjadi perantara kritis.

Danantara dan BUMN Karya Membidik Gaza

Agenda kedua yang tak kalah ambisius adalah mendorong munculnya nama Warga Negara Indonesia untuk memimpin pemerintahan transisi di Palestina, mengungguli wacana Tony Blair.

Pemimpin transisi dari Indonesia ini, lanjut Prof. Hikmahanto, akan memfasilitasi peran BUMN Karya dan Danantara (BUMN holding Dana Pensiun) dalam proyek rekonstruksi Gaza.

Ia optimis, jika Danantara dapat terlibat, negara-negara Timur Tengah—termasuk Yordania—akan mengalirkan dana investasi ke holding BUMN tersebut.

“Uang itu akan digunakan oleh perusahaan-perusahaan karya kita untuk melakukan rekonstruksi dan itu akan membuka banyak lapangan pekerjaan bagi kita Indonesia,” imbuh Prof. Hikmahanto, menekankan pentingnya peran intelijen untuk kepentingan nasional dan Palestina.

KSP: Yordania, Jembatan Ekonomi dan Perdamaian

Respiratori Sadam Al Jihad dari KSP membenarkan langkah pengiriman pasukan perdamaian sejalan dengan fokus Presiden di Sidang Umum PBB: kesehatan dan konstruksi melalui Yordania. Pasukan ini disebutnya sebagai ‘the peace guardian’ atau penjaga perdamaian.

Sadam menegaskan peran sentral Danantara dalam komunikasi ekonomi bilateral dengan Yordania, yang juga dibahas oleh Presiden Prabowo dan Raja Yordania, Raja Abdullah I.

Baca Juga  Tegaskan Diri sebagai Mitra Kritis Pemerintah, FR-PTMA Soroti Masalah Pendidikan hingga Politik Kebangsaan

“Ini utamanya adalah penyangga ekonomi kita untuk pemerataan ekonomi kita melalui Danantara,” ujar Sadam.

Posisi Yordania sangat strategis karena memiliki hubungan baik dengan Israel, Palestina, dan negara-negara Arab lainnya. Hubungan persahabatan antara Presiden Prabowo dan Raja Abdullah disebut memperkuat posisi tawar Indonesia.

Prof. Hikmahanto menambahkan, Danantara memiliki dua isu penting: terlibat rekonstruksi Gaza dan ‘mengetuk’ potensi perekonomian di negara-negara Timur Tengah.

“Mungkin Yordania adalah yang awal dengan harapan ada semacam bandwagon effect di mana negara-negara Timur Tengah lainnya akan masuk,” tutupnya. Investasi Timur Tengah melalui Danantara akan dilipatgandakan lewat proyek-proyek BUMN di Indonesia, membuka peluang ekonomi yang lebih besar.

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *