Menjaga Nilai Al-Ma’un di Tengah Krisis Kemanusiaan

Menjaga Nilai Al-Ma’un di Tengah Krisis Kemanusiaan

MAKLUMAT — Beberapa waktu terakhir, suasana publik terasa cukup ramai. Ada tragedi ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta yang membuat kita semua terkejut, lalu disusul kabar tentang seorang warga Baduy yang disebut mengalami kesulitan saat ingin mendapat layanan medis setelah menjadi korban pembegalan. Informasi seperti ini cepat sekali menyebar dan tak jarang ada bagian cerita yang berubah arah sebelum sempat diperiksa kebenarannya.

Di RS Islam Jakarta Cempaka Putih, kabar-kabar seperti ini otomatis membuat kami kembali melihat ke dalam: sejauh apa nilai-nilai yang kami pegang selama ini benar-benar hidup dalam pelayanan sehari-hari?

Al-Ma’un: Fondasi yang Menjadi Nafas Pelayanan

dr. Pradono Handojo, M.B.A., M.H.A.
Penulis: dr. Pradono Handojo, M.B.A., M.H.A. *)

Dalam dunia Muhammadiyah, Al-Ma’un bukan hanya nama surat yang sering kita dengar. Ia berkembang menjadi satu bentuk teologi sosial yang sangat dekat dengan praktik keseharian: membantu anak yatim, menguatkan orang miskin, dan membela mereka yang tidak berdaya. Ajaran itu kemudian diwujudkan dalam bentuk sekolah, universitas, panti asuhan, kegiatan sosial, termasuk rumah sakit seperti yang kami jalankan sekarang.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut terjemahan Surat Al-Ma’un ayat 1–7:

  1. “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”
  2. “Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,”
  3. “dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.”
  4. “Maka celakalah orang yang salat,”
  5. “(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya,”
  6. “yang berbuat riya,”
  7. “dan enggan (memberikan) bantuan.”

Ayat-ayat ini mengingatkan bahwa seseorang tidak cukup hanya tampak taat secara ritual, tetapi juga harus hadir membela mereka yang sedang lemah. Prinsip itu pula yang sejak lama memengaruhi cara kami memandang pasien yang datang, terutama mereka yang berada dalam kondisi darurat atau tidak membawa identitas lengkap.

Baca Juga  Birokrasi Foya-Foya vs Birokrasi "Puasa"

Kasus Warga Baduy: Meluruskan yang Perlu Diluruskan

Kasus warga Baduy yang viral kemarin adalah contoh bagaimana cerita bisa bergeser cepat. Banyak orang yang langsung mengira tempatnya adalah RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Padahal setelah ditelusuri dengan Dinas Kesehatan, hasilnya jelas: lokasinya bukan di RS Islam Jakarta Cempaka Putih seperti yang didugakan selama ini.

Jadi ada bagian informasi yang meleset, dan kami rasa penting untuk menyampaikan yang sebenarnya. Bukan untuk membantah atau masuk dalam perdebatan, tetapi agar masyarakat tidak menyimpan persepsi yang keliru. Informasi yang disampaikan ini juga berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) bahwa tidak ada satu pun Rumah Sakit yang melakukan penolakan terhadap pasien Baduy tersebut.

“Setelah kami lakukan verifikasi lapangan dan berkoordinasi langsung dengan pihak rumah sakit, hasilnya menunjukkan bahwa klaim penolakan tersebut tidak benar,” ujar Ani di Jakarta, pada Kamis (13/11/2025).

Di IGD, prioritas kami selalu sama: kalau ada orang datang dalam keadaan darurat, ya ditolong dulu. Urusan administrasi bisa menyusul. Prinsip itu sudah berjalan bertahun-tahun dan menjadi bagian dari budaya kerja kami. Apalagi nilai Al-Ma’un sendiri dengan tegas melarang kita menelantarkan orang yang sedang kesulitan.

Tragedi SMAN 72: Ketika Semua Bergerak Lebih Cepat dari Pikiran

Tidak lama sebelum isu warga Baduy beredar, tim RS Islam berada dalam situasi yang menegangkan. Kabar ledakan di SMA Negeri 72 masuk secara mendadak, dan dalam hitungan menit tenaga medis langsung bersiap. Tidak ada pertanyaan panjang yang ada hanya langkah-langkah cepat untuk memastikan korban bisa ditangani segera.

Baca Juga  Obesitas hingga Hipertensi Intai Masyarakat, Saatnya Berubah ke Gaya Hidup Sehat

Kejadian itu menegaskan lagi bahwa nilai Al-Ma’un bukan sekadar konsep di atas kertas. Ia hadir lewat tindakan para dokter, perawat, petugas IGD, sopir ambulans, hingga staf administrasi yang mengurus proses di belakang layar. Mereka bergerak dengan rasa tanggung jawab yang sama: melindungi manusia, apa pun kondisinya.

Pelayanan yang Bertahan Karena Nilai, Bukan Sekadar Fasilitas

Rumah sakit bisa memperbarui alat, menambah ruangan, atau membangun gedung baru. Semua itu penting dan membantu meningkatkan kualitas layanan. Tetapi yang membuat pelayanan kesehatan benar-benar berarti adalah niat untuk menjaga martabat setiap orang yang datang.

Nilai Al-Ma’un memberi pengingat sederhana: jangan membeda-bedakan. Jangan menunda sesuatu yang bisa menyelamatkan nyawa. Jangan membiarkan administrasi mengalahkan kemanusiaan. Bagi kami, nilai itu bukan jargon ia justru menjadi alasan kenapa rumah sakit ini berdiri sejak awal.

Di tengah arus informasi yang begitu cepat, terkadang kebenaran datang belakangan. Namun di rumah sakit, prinsipnya tetap harus sama: melayani dengan hati dan memastikan keselamatan pasien menjadi prioritas.

Nilai Al-Ma’un menjadi kompas yang membantu kami tetap tegak di tengah berbagai situasi, baik yang terlihat di depan mata maupun yang bergulir di dunia digital. Itu pula yang ingin terus kami jaga, agar pelayanan kesehatan di RS Islam Jakarta Cempaka Putih bukan hanya bermanfaat secara medis, tetapi juga menghadirkan ketenangan bagi semua yang datang.

Baca Juga  Universitas Magang Menteri (UMM)

Sabtu, 15 November 2025 (Sepekan Pasca-Ledakan di SMAN 72 Jakarta)

*) Penulis: dr. Pradono Handojo, M.B.A., M.H.A.
Direktur Utama RS Islam Jakarta Cempaka Putih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *