Dosen UGM Soroti Kerangka PSN dan Dampaknya terhadap Masyarakat

Dosen UGM Soroti Kerangka PSN dan Dampaknya terhadap Masyarakat

MAKLUMAT — Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Akhmad Akbar Susamto menekankan pentingnya memahami konsep dan regulasi Proyek Strategis Nasional (PSN). Ia menyebut pemahaman itu perlu diperkuat karena selama ini banyak kasus baru mencuat setelah terjadi persoalan di lapangan, bukan sejak tahap perencanaan yang seharusnya menjadi titik awal pengawasan.

”Kita kadang baru mengikuti saat beritanya telah trending,”ujarnya saat memaparkan pandangannya mengenai PSN dalam Sekolah Kepemimpinan Nasional (SKN) PP Muhammadiyah di BBPPMPV Seni dan Budaya, Kabupaten Sleman, Selasa (18/11/2025).

Istilah PSN digunakan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, meski konsep proyek prioritas sebenarnya sudah ada sejak lama dengan istilah berbeda. Akbar menyebut Perpres No. 3 Tahun 2016 sebagai dasar awal yang kemudian mengalami beberapa perubahan.

Kerangka regulasi PSN berubah signifikan melalui peraturan presiden, terutama setelah hadirnya UU Cipta Kerja. “Kalau dilihat, PSN pertama kali muncul pada 2016 dan kerangka regulasinya berubah sebelum dan sesudah keberadaan UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Akbar menekankan bahwa proyek prioritas negara seperti PSN selalu dikaitkan dengan upaya pembangunan ekonomi. Upaya itu, bagi negara adalah sebuah proses jangka panjang untuk mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi.

Negara juga selalu mengklaim bahwa penetapan PSN dilakukan melalui proses berlapis, mulai dari menilai urgensi strategis, kesiapan teknis, hingga dampak ekonomi dan sosial. Proses itu juga menimbang kesesuaian proyek dengan rencana pembangunan nasional.

Baca Juga  Busyro Muqoddas Tegaskan Komitmen Muhammadiyah Kawal Kasus Rempang Eco City

Namun, Akbar mengingatkan bahwa setiap PSN bukan berarti tanpa masalah. Salah satunya adalah dalam PSN hampir pasti melibatkan pembebasan lahan yang memunculkan persoalan baru di tingkat masyarakat. “PSN pasti melibatkan pembebasan lahan,” katanya.

Ia juga menyoroti aspek sosial yang sering terabaikan. Akbar menyebut ruang hidup masyarakat, relasi warga dengan tanah, serta potensi ketegangan karena distribusi manfaat yang tidak merata sebagai isu penting

Kemudahan dan percepatan proyek dalam kerangka UU Cipta Kerja, menurutnya, memunculkan kerugian sosial dan lingkungan karena perlindungan terhadap warga terdampak menjadi lemah. Berbagai gugatan yang muncul juga menilai sejumlah PSN menimbulkan kerusakan ekologis yang berdampak langsung pada ruang hidup masyarakat.

“Bagi berbagai gerakan, salah satunya mereka yang sudah menggugat ke Mahkamah Konstitusi, beranggapan bahwa PSN ini sudah salah sejak hulunya, sejak UU-nya, yang melihat bahwa manfaat ekonomi menjadi yang paling utama,” jelasnya.

Meski begitu, Akbar mengakui bahwa alasan PSN tetap bertumpu pada kebutuhan ekonomi. Kebutuhan infrastruktur, menurutnya, memang nyata dan penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan itu berkaitan dengan kapasitas masyarakat menghasilkan produk dan meningkatkan kesejahteraan. Karena itu, keberadaan proyek tertentu tetap diperlukan.

Ia menegaskan bahwa PSN memang bermanfaat, tetapi manfaat tersebut harus diukur dengan cermat. Ia menilai pendekatan ekonomi sering kali menempatkan manfaat sebagai prioritas tunggal, sehingga aspek sosial dan lingkungan cenderung diabaikan.

Baca Juga  Tokoh Lintas Agama Serukan Penolakan Atas PSN yang Merusak Lingkungan dan Merampas Ruang Hidup

Di titik ini, Akbar menyatakan ketidaksetujuannya terhadap cara pandang tersebut. Ia mengajak peserta untuk selalu kritis dan terus belajar agar nanti lebih banyak yang akan mengadvokasi isu ini.

“Kami tidak bisa menerima kalau manfaat ini menjadi yang paling utama, di atas segalanya,” pungkas Akbar.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *