Dosen UMY: Krisis Iklim hingga Konflik Akibat PSN Tak Bisa Dianggap Enteng

Dosen UMY: Krisis Iklim hingga Konflik Akibat PSN Tak Bisa Dianggap Enteng

MAKLUMAT — Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), David Efendi, menegaskan bahwa perubahan iklim berlangsung cepat dan tidak menunggu manusia untuk bertindak. Ia menyebut keadaan saat ini sebagai krisis berskala planet yang membutuhkan perhatian serius.

“Di bumi ini, butuh pemimpin-pemimpin yang punya kesadaran lingkungan,” ujarnya dalam Sekolah Kepemimpinan Nasional (SKN) PP Muhammadiyah di BBPPMPV Seni dan Budaya, Sleman, Selasa (18/11/2025).

Dalam konteks ini, David menyinggung Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berdampak langsung pada masyarakat dan lingkungan. Meski demikian, masih nyaring mitos kesejahteraan yang kerap dibangun aktor politik.

Menurut David, janji kesejahteraan sering menjadi narasi utama, namun tidak menunjukkan kondisi lapangan yang dihadapi masyarakat di sekitar lokasi PSN. Pria yang juga Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah itu menyebut bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan di banyak lokasi PSN dan mendapati berulang-ulang situasi penderitaan warga.

Ia menilai persoalan sosio-ekologis yang muncul di berbagai daerah telah menjadi krisis. Selama ini, kata dia, istilah krisis sering diucapkan, tetapi cara meresponsnya belum mencerminkan keseriusan.

Dalam konteks krisis iklim, David menekankan pentingnya perubahan cara pandang, terutama karena sebagian masyarakat masih menganggap ancaman tersebut sebagai sesuatu yang enteng. “Masih banyak yang menganggap enteng,” katanya.

David menegaskan bahwa pendekatan ilmiah harus menjadi dasar dalam memahami dan menanggapi krisis. Ia juga menyebut jihad bukan semata persoalan pengorbanan fisik, tetapi juga komitmen pada ilmu dan pengetahuan. Dalam konteks ini, ia mengingatkan agar kekuatan gerakan green Islam tidak layu sebelum berkembang.

Baca Juga  Dukung Produksi Dalam Negeri, Prabowo Minta Para Menteri Pakai Mobil Dinas Buatan PT Pindad

Ia juga mengulas persoalan agraria yang mengikuti ekspansi PSN. Merujuk temuan yang pernah disampaikan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), semakin besar investasi, semakin besar pula potensi konflik. Ia menggarisbawahi bahwa proyek pembangunan tidak pernah bebas nilai, sementara masyarakat di lapangan bukanlah entitas tunggal yang mudah diseragamkan.

Banyak warga kehilangan lahan tanpa kompensasi memadai, lalu meresponnya melalui demonstrasi, lobi, litigasi, pendudukan tanah, hingga benturan fisik. Dari dinamika itu, David mempertanyakan sejauh mana protes warga berhasil mendatangkan solusi.

Menurutnya, niat memperbaiki keadaan bisa berubah menjadi produksi kemelaratan ketika pengelolaan proyek berpijak pada asumsi keliru, informasi yang kurang, dan pendekatan teknokratis yang mengabaikan kompleksitas sosial.

Ia juga menyinggung rapuhnya posisi masyarakat adat di hadapan hukum. Dari ratusan kasus konflik, hanya sedikit yang berakhir dengan kemenangan warga.

“Situasi serupa terlihat dalam konflik Rempang yang memperlihatkan bagaimana pengabaian hak dasar dan tekanan relokasi memicu pelanggaran serta kerusakan lingkungan,” jelas pria asal Lamongan, Jawa Timur itu.

Dalam kondisi seperti itu, ia menilai keterlibatan organisasi masyarakat sipil menjadi krusial, terutama untuk pendampingan hukum, advokasi, dan pemetaan tanah partisipatif yang membela keadilan sosial dan ekologis. Ia menyebut Rempang Eco City sebagai contoh klasik proyek ekonomi yang mengorbankan warga dan lingkungan.

David menegaskan bahwa PSN tidak hanya menghasilkan infrastruktur, tetapi juga memproduksi ketimpangan hukum, politik, HAM, solidaritas sosial, serta memperlebar kesenjangan informasi. Semua itu membentuk krisis lingkungan yang berakar pada pelanggaran tata ruang serta penyempitan ruang hidup masyarakat.

Baca Juga  Politisi PDIP Minta Kontestan yang Kalah Pilkada Lapang Dada

Di akhir paparannya, ia kembali menegaskan bahwa krisis akan memburuk bila publik dan pemerintah terus meremehkan tanda-tanda yang sudah tampak. “Kalau kita seperti itu semua, maka krisis akan semakin parah,” tandas David.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *