MAKLUMAT – Di tengah gelora perubahan zaman yang cepat, ada satu organisasi yang terus berdiri teguh: Muhammadiyah. Selama 113 tahun sejak didirikan di Yogyakarta pada 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan, organisasi ini telah menjadi salah satu pilar utama dalam mengukir kesejahteraan bangsa. Bukan hanya sebagai lembaga keagamaan, Muhammadiyah telah tumbuh menjadi kekuatan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi yang nyata dan berkelanjutan.
Dalam perjalanannya, Muhammadiyah tidak hanya menyebar dakwah, tetapi juga membentuk bangsa melalui tindakan nyata: mendirikan pondok pesantren, membangun sekolah, mengoperasikan rumah sakit, membina ekonomi umat, dan menginisiasi program-program kesejahteraan masyarakat. Bermula dari Organisasi kecil di Yogyakarta, kini Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, mengelola jutaan siswa, ribuan kader kesehatan, dan ribuan lembaga binaan yang bergerak di masyarakat.

Pendidikan: Pilar Peradaban yang Tak Pernah di Bawah Kaki
Jika kita ingin melihat perjuangan Muhammadiyah dalam membentuk nasib bangsa, kita harus membuka pintu kelas-kelas sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah sejak awal abad ke-20. Sekolah Rakyat Muhammadiyah bukan sekadar tempat belajar itu adalah bentuk perlawanan terhadap buta huruf, ketertinggalan, dan penjajahan akal.
Hingga kini, Muhammadiyah mengelola ratusan ribu siswa di berbagai jenjang: dari PAUD hingga perguruan tinggi. Kampus-kampus Muhammadiyah di seluruh Indonesia menjadi rumah bagi generasi muda yang ingin menjadi pencerah peradaban, bukan hanya kaya secara materi, tetapi juga berbudaya, beretika, dan berintegritas.
“Pendidikan tidak hanya tentang nilai, tapi tentang karakter.” — KH. Ahmad Dahlan
Pesan itu masih hidup dalam setiap kelas yang diisi oleh guru-guru Muhammadiyah yang rela mengabdikan hidupnya.
Kesehatan: Kemanusiaan yang Dibawa ke Pintu Rumah
Bukan hanya pendidikan yang menjadi fokus Muhammadiyah. Di bidang kesehatan, mereka melangkah lebih jauh: dari mengobati warga desa, hingga menjalankan rumah sakit berstandar internasional. Rumah sakit dan klinik Muhammadiyah yang tersebar di seluruh tanah air adalah bukti bahwa kesehatan bukan hak istimewa, tapi hak dasar.
Melalui program Klinik Desa, Posyandu Muhammadiyah, dan Mobile Doctor, jutaan warga terdampak tidak lagi harus berjalan puluhan kilometer hanya untuk dapat layanan kesehatan. Bahkan, selama masa pandemi, Muhammadiyah menjadi salah satu penopang utama distribusi vaksin dan edukasi kesehatan di tengah masyarakat.
Kemanusiaan, dalam semangat Muhammadiyah, bukan hanya soal ikhlas tapi soal aksi, dan konsistensi.
Pemberdayaan Ekonomi dan Keberlanjutan Sosial
Muhammadiyah juga telah menjadi pelopor gerakan ekonomi kerakyatan. Lewat program Pelatihan Kewirausahaan, Koperasi Syariah, dan UMKM Mitra Muhammadiyah, banyak keluarga yang kurang mampu telah bangkit dari keterpurukan.
Dalam semangat “Hidup yang bermakna bukan yang paling kaya, tapi yang paling membawa manfaat”, Muhammadiyah telah membuktikan bahwa kesejahteraan tidak hanya bisa diberikan tapi juga bisa dibangun.
Warisan yang Tak Selesai, Kebajikan yang Tak Berhenti
113 tahun bukan sekadar angka itu adalah cerita kesetiaan, keberanian, dan keikhlasan. Muhammadiyah bukan hanya organisasi yang hidup, tetapi organisasi yang terus menghidupkan.
Dalam era digital, disrupsi, dan ketimpangan, Muhammadiyah tetap menjadi contoh: bahwa perubahan yang sejati dimulai bukan dari gedung mewah atau iklan besar, tapi dari satu anak yang belajar, satu pasien yang diobati, satu pelaku UMKM yang tersenyum karena hasil kerja kerasnya.
Kesejahteraan bangsa tidak dibangun hanya oleh negara. Ia dibentuk oleh jutaan tangan yang bersama-sama membangun.
Dan Muhammadiyah, dengan 113 tahun berkhidmat tanpa henti, adalah salah satu di antaranya.
“Kebaikan yang terus bergerak adalah bentuk ibadah yang paling luhur.” Semangat Muhammadiyah, yang tak pernah berhenti bekerja, dan selalu memilih untuk membantu.