UM Surabaya Dorong Ekoteologi Lintas Iman sebagai Praktik Nyata di Kampus

UM Surabaya Dorong Ekoteologi Lintas Iman sebagai Praktik Nyata di Kampus

MAKLUMAT — Program Studi Agama-agama Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menggelar Kuliah Tamu bertajuk “Mendorong Kajian Ekoteologi Lintas Iman di Perguruan Tinggi,” yang merupakan hasil kolaborasi dengan GreenFaith Indonesia dan Ummah for Earth, Kamis (20/11/2025).

Kegiatan yang diikuti 60 peserta tersebut sekaligus menjadi respons atas krisis ekologis yang kian mendesak. Krisis lingkungan dipandang bukan sekadar persoalan fisik, melainkan juga persoalan moral dan spiritual yang membutuhkan pendekatan lintas iman.

Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Dr Thoat Stiawan, dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa ekoteologi di perguruan tinggi tidak boleh berhenti sebagai wacana akademik semata, tetapi harus hadir dalam tata kelola dan praktik keseharian.

“Jika forum lintas iman ini mampu melahirkan perspektif ekoteologi yang aplikatif, maka itu adalah wujud peran kita sebagai khalifah fil ardh yang memberikan dampak nyata bagi Universitas Muhammadiyah Surabaya,” ujarnya.

Dalam kuliah tamu tersebut, tiga narasumber memaparkan pandangan kunci mengenai urgensi ekoteologi.

Narasumber pertama, Pengasuh Pondok Pesantren Ekologi Misykat Al Anwar, Roy Murtadho (Gus Roy), mengulas akar teologis dan filosofis kerusakan lingkungan. Ia menuturkan bahwa keretakan hubungan manusia dengan alam terlihat dari hilangnya keanekaragaman hayati hingga ancaman mikroplastik yang diperkirakan memenuhi biota laut pada 2050.

“Dalam perspektif ekoteologi, tugas kita adalah mengembalikan harmoni antara jagad gedhe—alam semesta—dan jagad cilik—manusia. Menjaga bumi adalah bagian dari kemaslahatan, karena tanpa bumi yang sehat, peradaban tidak mungkin bertahan,” tandasnya.

Baca Juga  Kemenag Dorong Kesadaran untuk Merawat Bumi Melalui 'Tafsir Ayat-ayat Ekologi'

Di sisi lain, Syahrul Ramadhan yang merupakan Circle Officer GreenFaith Indonesia, memaparkan praktik baik lintas agama dalam perlindungan lingkungan. “Krisis iklim bukan semata ‘ketetapan’, tetapi ‘akibat’. Tugas manusia beriman adalah mengembalikan keseimbangan: menanam, membersihkan, dan menjaga bumi yang kita sebut sebagai ‘ibu’,” terangnya.

Ia juga menjelaskan berbagai inisiatif GreenFaith Indonesia bersama komunitas lintas iman, mulai dari kampanye puasa energi, penerbitan Fikih Transisi Energi yang Berkeadilan, hingga program tasaruf ZIS, Wakaf Hutan, solar panel, dan Sedekah Energi.

Dari perspektif akademik, Dosen Studi Agama-agama UM Surabaya, Maulana Mas’ud, menegaskan urgensi memasukkan kajian ekoteologi lintas iman dalam kurikulum. “Program Studi Agama-Agama memiliki peran strategis dalam merespons isu lingkungan melalui penguatan akidah dan tauhid,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dalam tradisi Muhammadiyah dan Aisyiyah, pemahaman keagamaan selalu dikaitkan dengan pendekatan empiris, sehingga studi agama justru memperkuat cara pandang ilmiah tanpa mengganggu keyakinan. Saat ini pengembangan mata kuliah ekoteologi tengah dirancang sebagai bagian dari inovasi kurikulum.

Sebagai moderator, Zahra Zayyina Hanifah, Mahasiswa Studi Agama-Agama UM Surabaya, menegaskan bahwa forum tersebut bukan hanya ruang untuk mendengar, tetapi juga ruang dialog dan refleksi yang mendorong peserta memikirkan kembali peran iman dan ilmu dalam merespons persoalan ekologis.

Kegiatan tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi lintas elemen, terutama antara GreenFaith Indonesia, Ummah for Earth, Pondok Pesantren Ekologi Misykat Al Anwar, serta UM Surabaya, yang diharapkan menjadi langkah penting dalam pengembangan kajian ekoteologi serta penguatan kesadaran ekologis di lingkungan akademik.

Baca Juga  Jimly Asshiddiqie Tegaskan Pentingnya Penguatan Green Constitution
*) Penulis: Edi Aufklarung / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *