Whoosh dan Dugaan Korupsi Konstruksi: Keterangan Pakar UMY Ungkap Celah, KPK Bisa Masuk Lebih Dalam

Whoosh dan Dugaan Korupsi Konstruksi: Keterangan Pakar UMY Ungkap Celah, KPK Bisa Masuk Lebih Dalam

MAKLUMAT — Guru Besar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Ir. Sri Atmaja Putra Jatining Nugraha Nasir Rosyidi, S.T., M.Sc.Eng., PG-Certf., Ph.D., P.Eng., IPU., ASEAN.Eng., FIHE, M.ASCE, mengungkap celah dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Whoosh. Pakar perkeretaapian nasional ini menilai potensi penyelewengan anggaran dalam proyek tersebut sangat mungkin terjadi, terlebih skema pembiayaan dan proses pengerjaannya dinilai kurang transparan.

Prof Sri Atmaja, Guru Besar Teknik Sipil UMY. Foto:Dok Humas UMY

Prof. Sri Atmaja, seperti dilansir dari laman UMY pada Kamis (20/11/2025), menjelaskan bahwa penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur bukanlah hal baru di Indonesia. Ia mengaitkan berbagai kasus korupsi di sektor konstruksi yang sebelumnya banyak menjerat pejabat pembuat komitmen (PPK). “Kita sudah maklum. Banyak pejabat pembuat komitmen masuk penjara karena korupsi konstruksi. Itu saja APBN diawasi BPK dan inspektorat, tapi masih bisa bocor. Apalagi KCIC yang sejak awal tidak menggunakan skema APBN langsung,” ujarnya.

Menurut dia, terdapat dua persoalan fundamental yang membuka pintu terjadinya korupsi dalam proyek konstruksi. Pertama, sumber daya manusia (SDM) yang tidak kompeten dan kurang berkomitmen. PPK yang seharusnya menjadi ujung tombak pengawalan keuangan negara sering kali minim kemampuan teknis dan tidak memahami tanggung jawab moral dalam memastikan anggaran digunakan secara efektif.

Kedua, lemahnya kemampuan teknis dalam memahami materi maupun proses konstruksi. PPK sering tidak mampu menilai kualitas dokumen tender ataupun aktivitas pembangunan di lapangan. Celah inilah yang biasa dimanfaatkan untuk mengatur proyek.

Baca Juga  Warna Pakaian Apa yang Cocok untuk Kulitmu? Ini Panduannya

“PPK itu kekuasaannya besar. Tender bisa diatur, pemenang bisa ditentukan. Banyak perusahaan bahkan membuat perusahaan fiktif hanya untuk ‘meramaikan’ persaingan. Itu praktik yang sering terjadi,” jelasnya.

Ia menambahkan, tender yang tidak transparan membuka ruang permainan harga bahkan sebelum proyek dimulai. Ketika perusahaan konstruksi harus mengeluarkan biaya di luar administrasi resmi, margin keuntungan mereka menyempit sehingga penghematan dilakukan pada tahap yang paling mudah dimanipulasi: kualitas material.

“Beton tetap terlihat seperti beton. Tetapi jika kualitasnya diturunkan dari standar A ke B, jembatan yang seharusnya bertahan 50 tahun bisa rusak dalam 20–30 tahun. Pada akhirnya masyarakat yang paling dirugikan karena infrastruktur tidak memiliki umur manfaat sesuai perencanaan,” ungkapnya.

Skema pembiayaan KCIC yang sejak awal tidak menggunakan APBN langsung, menurut Sri Atmaja, semakin memperlebar celah penyimpangan karena mekanisme pengawasan publik menjadi lebih tipis dibanding proyek berbasis APBN.

“Proyek ini sangat tertutup. Public accountability-nya tidak kelihatan. Tiba-tiba negara harus ikut menutup pembengkakan biaya. Itu sudah menjadi tanda tanya besar,” tegasnya.

KPK Mulai Gerak: Pemeriksaan Saksi Pengadaan Lahan

Temuan dan kritik Prof. Sri Atmaja ini sejalan dengan langkah KPK yang kini mendalami dugaan korupsi dalam pengadaan lahan untuk proyek Whoosh.

“KPK mendalami bagaimana proses pengadaan, salah satunya terkait lahannya. Bagaimana pihak-pihak ini kemudian melakukan pengadaan lahan yang digunakan untuk jalur kereta cepat,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo melansir laporan Berita Satu, Senin (17/11/2025).

Baca Juga  Rujukan Berjenjang BPJS Dinilai Kacau dan Mengancam Keselamatan Pasien

Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, namun jumlah dan identitasnya belum dibuka.
“Tim juga melakukan pendalaman dan analisis terhadap berbagai informasi agar saling melengkapi dalam tahapan penyelidikan ini,” kata Budi.

Ia menegaskan bahwa detail pihak yang diperiksa baru akan disampaikan ketika proses sudah memasuki tahap lebih lanjut.

“Karena ini masih penyelidikan, kami belum bisa menyampaikan siapa saja yang dimintai keterangan. Namun tentu mereka yang diduga mengetahui proses pengadaan lahan tersebut,” ujarnya.

Dugaan Mark-Up Semakin Menguat

Isu dugaan mark-up sebelumnya juga diungkap oleh mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, melalui kanal YouTube pribadinya. Ia menyoroti adanya biaya yang dinilai tidak wajar dalam proses pembangunan Whoosh.

KPK mengonfirmasi bahwa penyelidikan proyek Whoosh sudah dimulai sejak awal 2025.
Di sisi lain, Presiden Prabowo menyatakan bahwa pemerintah akan menanggung seluruh tanggung jawab atas keberlangsungan operasional dan pembiayaan proyek tersebut.

Butuh Audit Independen

Sebagai penutup, Prof. Sri Atmaja menegaskan perlunya audit independen yang objektif, bukan sekadar audit internal pemerintah. “Harus ada audit yang benar-benar independen untuk menelaah seluruh proses, dari perencanaan, pengadaan, hingga konstruksi,” ujarnya. Menurutnya, hanya dengan audit independen penyimpangan anggaran yang tersembunyi dapat terungkap secara jernih.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *