KH Aguk Serukan NU Percaya Generasi Muda: Saatnya Energi Baru Memimpin PBNU 2026

KH Aguk Serukan NU Percaya Generasi Muda: Saatnya Energi Baru Memimpin PBNU 2026

MAKLUMATMenjelang Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) 2026 di Surabaya, isu regenerasi kembali menguat di kalangan Nahdliyin. Percakapan tentang arah baru jam’iyyah mengerucut pada satu titik, yakni NU perlu memberi ruang kepada generasi muda untuk mengambil peran kepemimpinan.

Pengasuh Pesantren Baitul Kilmah Yogyakarta, KH Dr  Aguk Irawan menegaskan perlunya keberanian NU membuka pintu bagi pemimpin muda. Langkah itu bukan sekadar strategi politik, tetapi upaya menyegarkan orientasi gerakan NU agar tetap relevan di tengah perubahan zaman.

“PBNU pernah dipimpin oleh ulama kharismatik berusia muda, seperti KH Mahfudz Shiddiq yang memimpin pada usia 30 tahun melalui Muktamar Malang 1937,” ujar Kiai Aguk dalam keterangannya, Kamis (13/11).

Ia mengungkapkan sejarah berlanjut pada KH Abdul Wahab Chasbullah yang terpilih pada usia 32 tahun, dan KH Idham Chalid yang menakhodai PBNU selama 28 tahun sejak usia 34 tahun. Catatan sejarah ini membuktikan bahwa usia tidak pernah menjadi penghalang kepemimpinan NU.

Menurutnya, kepemimpinan kaum muda bukan sekadar romantisme sejarah. Kaum muda adalah angin segar yang membawa harapan baru bagi NU. Kiai Aguk kemudian menyoroti empat tokoh muda yang dinilai memiliki peluang tampil pada Muktamar mendatang, yang dinilai memiliki integritas, pengalaman, dan visi kebangsaan yang jelas.

Pertama, KH Abdussalam Shohib (Gus Salam). Bagi Kiai Aguk, Gus Salam konsisten memperjuangkan aspirasi warga akar rumput dan teguh menjaga Khittah 1926. Suaranya sering mewakili keresahan umat yang menginginkan PBNU kembali pada marwah moralnya.

Baca Juga  Imam Besar Masjid Nabawi ke Indonesia, Berikut Sejumlah Agenda Kunjungannya

Tokoh berikutnya, KH. Abdul Ghoffar Rozin (Gus Rozin) yang dikenal aktif memperkuat kemandirian pesantren. Cara pandang Gus Rozin dinilai sangat adaptif terhadap perubahan zaman, dan mampu membawa santri mengambil peran lebih besar dalam pembangunan nasional.

Sementara dari Cirebon, lanjut Kiai Aguk, ada KH Imam Jazuli (Gus Imam) yang muncul dengan gagasan yang berani. Produktivitas Gus Imam dalam menulis, mencetak pemimpin, serta gagasannya tentang integrasi politik PKB–NU menunjukkan keberanian berpikir strategis yang jarang dimiliki pemimpin muda lain.

Terakhir, ada KH Muhammad Faiz Syukron Makmun (Gus Faiz) yang  dinilai mampu memadukan nilai moral dengan modernitas. Sebagai pemimpin muda MUI, ia membawa perspektif tentang kota yang religius, adaptif, dan selaras dengan kemajuan teknologi.

“Kaum muda bukan ancaman bagi tradisi, melainkan jembatan antara khazanah pesantren dan masa depan bangsa,” tandas Kiai Aguk.

Seruan itu mempertegas bahwa dinamika menuju Muktamar 2026 bukan sekadar pergantian figur, tetapi momentum menentukan arah besar NU di abad kedua.

*) Penulis: R Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *