MAKLUMAT — Oxford Union, salah satu perkumpulan mahasiswa paling bergengsi di dunia, mencatat sejarah baru. Untuk pertama kalinya sejak berdiri pada 1823, organisasi debat prestisius itu memilih seorang perempuan keturunan Palestina sebagai presiden, Arwa Hanin Elrayess.
Dilansir dari media Roya News Tv, Arwa Hanin Elrayess terpilih memimpin Oxford Union untuk trinity term (musim panas) 2026 setelah meraih 757 suara preferensi pertama dari total 1.528 pemilih, pada pemilihan Sabtu lalu.
Mahasiswa tahun kedua jurusan filsafat, politik, dan ekonomi (PPE) di St Edmund Hall itu unggul sekitar 150 suara atas rivalnya, Liza Barkova, sesama mahasiswa PPE tahun kedua dari Christ Church. Keduanya sebelumnya telah bertugas di Komite Tetap Union.
Usai terpilih, Elrayess menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan yang diberikan anggota Union kepadanya.
“Saya bersyukur dan merasa terhormat atas kepercayaan dan keyakinan yang diberikan anggota Serikat kepada saya dan tim saya,” ujarnya kepada Oxford Student, dikutip dari Roya News Tv, Rabu (3/12/2025).
“Saya ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah mengesampingkan perbedaan dan bersatu untuk mewujudkan visi bersama Serikat ini, yang kita semua kagumi. Saya berharap dapat melayani anggota perkumpulan ini di trinity term 2026,” sambung Elrayess.
Terlibat dalam Produksi Heart of a Protest
Elrayess sendiri merupakan mahasiswa keturunan Palestina-Aljazair. Selain aktif dalam dunia debat dan kepemimpinan mahasiswa, Elrayess juga terlibat dalam produksi film dokumenter Heart of a Protest, yang menyoroti aksi protes di London sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina.
Unggahan di media sosial (medsos) Instagram yang mempromosikan film itu, yang juga dibagikan ulang oleh Elrayess, menyebut:
“Film ini mengikuti gelombang protes pro-Palestina yang kuat yang muncul setelah serangan Israel di Gaza.”
Film tersebut digambarkan sebagai produksi dengan “nol anggaran” yang dibuat oleh lima orang dengan kepedulian mendalam terhadap sejarah konflik yang berlangsung sejak 1947.
Sebagai salah satu perkumpulan universitas tertua di Inggris, Oxford Union dikenal rutin mengadakan sesi tanya jawab bersama tokoh-tokoh dunia, debat kompetitif, serta lokakarya berbicara di depan umum. Reputasi ini menjadikan posisi presiden Oxford Union sebagai jabatan bergengsi yang kerap menarik perhatian luas.
Gaungkan Reformasi Tata Kelola di Tengah Gejolak
Dilansir dari Middle East Eye pada Rabu (3/12/2025), terpilihnya Arwa Hanin Elrayess dalam pemilihan presiden Oxford Union berlangsung setelah periode penuh gejolak dan dinamika di dalam internal organisasi tersebut, termasuk isu-isu panas terkait Timur Tengah.
Beberapa tahun terakhir, Oxford Union berada dalam sorotan akibat mosi tidak percaya terhadap sejumlah pemimpin sebelumnya, termasuk presiden terpilih George Abaraonye dan presiden Moosa Harraj.
Maju sebagai kandidat #ENGAGE, Elrayess mengusung agenda reformasi tata kelola Union. Ia berkampanye untuk memisahkan politik internal dari kualitas debat, menerapkan kontrol keuangan yang lebih ketat di tengah tantangan fiskal, serta menjamin transparansi ringkasan komite dan alokasi tunjangan seperti makan malam tamu agar lebih adil dan tidak memihak.
Dominasi kelompok #ENGAGE juga tampak dalam hasil pemilihan lainnya. Harry Aldridge terpilih sebagai sekretaris dengan 700 suara, Catherine Xu sebagai bendahara dengan 693 suara, dan Prajwal Pandey sebagai pustakawan dengan 635 suara. Selain itu, beberapa posisi komite diisi oleh kandidat yang beragam, termasuk Dheeraj K. Singh dan Milo Donovan di Komite Tetap.
Terpilihnya Arwa Hanin Elrayess menandai babak baru Oxford Union, dengan harapan membawa stabilitas dan kembali fokus pada kualitas debat serta ruang intelektual yang inklusif bagi para anggotanya.