Tata Ruang Jadi ‘Tata Uang’, Guru Besar UB Soroti Keserakahan Manusia

Tata Ruang Jadi ‘Tata Uang’, Guru Besar UB Soroti Keserakahan Manusia

MAKLUMAT – Guru Besar Universitas Brawijaya (UB), Prof Dr Rachmad Safa’at SH MSi, menyoroti masalah tata ruang yang kerap kalah dari kepentingan uang. Ia menegaskan pentingnya tata ruang yang benar-benar berpihak pada masyarakat dan alam.

“Tata ruang pada akhirnya menjadi tata uang,” ujarnya dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025 yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur (Jatim) di Aula Mas Mansyur PWM Jatim, Ahad (14/12/2025).

Rachmad menekankan, tata ruang harus benar-benar dikaji dan selalu diperjuangkan. Sebab, tata ruang menyangkut hajat dan hak generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Ia menyebut praktik di mana tata ruang yang ideal sering kali tergeser oleh kepentingan ekonomi segelintir orang. Bahkan meski pengelolaan dan penegakan hukum sudah berjalan, masih ada pihak-pihak yang mencoba mengakalinya.

Rachmad memberikan contoh konkret. Kawasan hijau yang dilindungi, menurutnya, sering kehilangan fungsi aslinya karena intervensi pihak tertentu. Akibatnya, banyak bencana yang muncul karena ruang yang seharusnya menjadi pelindung lingkungan justru dialihfungsikan.

Keserakahan manusia pun kerap mengkhianati cita-cita ideal tata ruang. Banyak bencana yang terjadi akibat perilaku segelintir orang, sedangkan mayoritas masyarakat menjadi korban.

Keserakahan ini juga terlihat dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia mengamini sebuah pernyataan yang pernah diungkapkan oleh Mahfud MD. “Kalau korupsi di sektor tambang dibasmi, rakyat Indonesia tidak akan miskin. Semua bisa hidup sejahtera,” ujarnya menirukan.

Baca Juga  Dinas PRKPCK Jatim Paparkan Tantangan RTRW

Ia menegaskan bahwa kekayaan alam Indonesia sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, asalkan dikelola dengan adil dan bijaksana. Oleh karenanya, salah satu indikator pengelolaan kekayaan alam yang berhasil adalah tidak adanya warga miskin.

Rachmad juga menyoroti peran pemerintah dalam penyusunan tata ruang. Ia menilai, pemerintah seharusnya memiliki data yang akurat dan menyeluruh sebelum membuat kebijakan. Namun, kenyataannya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

“Oleh karena itu, saya harap setelah acara ini Muhammadiyah Jatim terus melakukan gerakan untuk mengawal isu-isu tata ruang,” pesannya.

Sebagai informasi, acara ini diselenggarakan oleh kolaborasi sejumlah elemen di PWM Jatim, meliputi Majelis Hukum dan HAM (MHH), Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW), Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP), Majelis Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (MLHPB), serta Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP).​

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *