Indonesia dan Ensiklopedi Bencana Dunia: Menanti Kementerian Baru Urusan Mitigasi Kebencanaan

Indonesia dan Ensiklopedi Bencana Dunia: Menanti Kementerian Baru Urusan Mitigasi Kebencanaan

MAKLUMAT Indonesia, dengan keberagaman geografi yang luas dan kondisi alam yang sangat dinamis, seringkali menjadi tempat terjadinya berbagai bencana alam. Mulai dari gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, hingga banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan, Indonesia telah menjadi bagian dari ensiklopedi bencana dunia. Di tengah ancaman bencana yang semakin sering dan intensif, kebutuhan untuk menyusun kebijakan mitigasi yang lebih terstruktur dan responsif semakin mendesak.

Salah satu langkah strategis yang saat ini tengah ramai didiskusikan adalah pembentukan Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan yang akan merangkum seluruh tugas dan tanggung jawab terkait dengan penanganan bencana di Indonesia, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS), hingga Dinas Pemadam Kebakaran, menjadi satu kesatuan yang lebih efisien.

Indonesia sebagai Ensiklopedi Bencana Dunia

Indonesia terletak di kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Dengan lebih dari 127 gunung berapi aktif, Indonesia memiliki potensi bencana letusan vulkanik yang tinggi. Selain itu, negara ini juga terletak di sepanjang Cincin Api Pasifik yang menyebabkan tingginya aktivitas gempa bumi. Berdasarkan data dari BNPB, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan jumlah bencana alam tertinggi di dunia.

Bahkan, berdasarkan riset internasional, Indonesia masuk dalam kategori “high risk” dalam hal bencana alam, baik yang disebabkan oleh alam maupun yang diperburuk oleh aktivitas manusia. Namun, dalam konteks bencana alam, Indonesia bukan hanya sekadar “tempat” terjadinya bencana. Negara ini juga telah menjadi pusat pengetahuan dan kajian mengenai mitigasi bencana. Sejumlah lembaga internasional, termasuk PBB dan beberapa universitas terkemuka, sering kali mengacu pada data dan pengalaman penanggulangan bencana di Indonesia sebagai referensi penting. Oleh karena itu, tidak salah jika Indonesia dijuluki sebagai bagian dari “ensiklopedi bencana dunia”.

Baca Juga  Anggaran Polri 2026 Bengkak Jadi Rp 145,6 Triliun, Perlukah Direformasi?

Namun, meskipun Indonesia memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai bencana, implementasi kebijakan mitigasi masih sangat terbatas. Sering kali, respons terhadap bencana terkesan terfragmentasi, dan pemerintah yang terlibat dalam penanganan bencana kurang memiliki koordinasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lembaga dan badan yang terlibat, tetapi tidak ada satu institusi yang secara terpusat mengelola seluruh aspek penanggulangan bencana secara menyeluruh.

Khoirul Anam

Regulasi Undang-Undang Terkait Mitigasi Bencana

Untuk mendukung upaya mitigasi dan penanggulangan bencana, Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi yang mengatur hal tersebut. Salah satu regulasi penting adalah Undang-Undang (uu) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi dasar hukum bagi penanganan bencana di Indonesia. UU ini mengatur tentang kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negara dari ancaman bencana, serta menyusun kebijakan dan strategi mitigasi yang jelas.

Namun, meskipun UU tersebut telah ada, implementasi di lapangan masih sering kali menemui kendala. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi antara lembaga-lembaga yang menangani bencana, serta ketidakjelasan dalam hal tanggung jawab di antara lembaga yang berbeda. Oleh karena itu, pembentukan Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan bisa menjadi solusi untuk menyatukan seluruh instansi yang terlibat dalam mitigasi dan penanggulangan bencana di bawah satu payung yang lebih terkoordinasi.

Merger Lembaga Penanggulangan Bencana

BNPB adalah lembaga yang saat ini memiliki tugas utama dalam koordinasi penanggulangan bencana di Indonesia. Sejak didirikan, BNPB telah berperan dalam merancang kebijakan mitigasi, penanggulangan bencana, dan memberikan bantuan kepada daerah yang terdampak bencana. Meskipun demikian, BNPB masih menghadapi tantangan dalam hal pengelolaan dan distribusi sumber daya yang terbatas, serta kurangnya koordinasi yang efektif dengan lembaga terkait lainnya.

Baca Juga  Update Korban Banjir dan Longsor Sumatera: 867 Meninggal Dunia, 521 Orang Masih Hilang

Selain BNPB, terdapat beberapa lembaga lain yang memiliki tugas terkait penanggulangan bencana, seperti BASARNAS, BMKG, hingga Dinas Pemadam Kebakaran. Setiap lembaga ini memiliki fokus dan tugas yang berbeda, namun sering kali terjadi tumpang tindih dalam hal peran dan fungsi. Ini mengarah pada inefisiensi dalam penanganan bencana.

Merger seluruh lembaga tersebut ke dalam satu Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan akan menciptakan struktur yang lebih terorganisir dan efisien. Dalam hal ini, kementerian tersebut akan bertugas untuk menyusun kebijakan mitigasi, melakukan prediksi dan pemantauan risiko bencana, menyediakan bantuan darurat, serta mengoordinasikan penyelamatan dan pemulihan pasca-bencana. Dengan demikian, langkah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga memastikan bahwa respons terhadap bencana dapat dilakukan secara lebih cepat dan terstruktur.

Urgensi Pembentukan Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan

Secara teoritis, pembentukan Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan sejalan dengan prinsip-prinsip manajemen bencana yang sudah lama diterapkan di berbagai negara maju. Dalam manajemen bencana, terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan secara berurutan dan saling berhubungan, yaitu mitigasi (mencegah), kesiapsiagaan (menyiapkan), respons (tanggap darurat), dan pemulihan (rehabilitasi).

Negara-negara dengan sistem manajemen bencana yang efektif, seperti Jepang dan Amerika Serikat, telah berhasil mengintegrasikan seluruh proses tersebut ke dalam satu sistem yang terkoordinasi dengan baik. Tiongkok juga memiliki Kementerian Manajemen Darurat yang memiliki otoritas penuh dalam penanganan kedaruratan di dalam negaranya. Jepang memiliki Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran yang mengkoordinasikan penuh berbagai lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana, mulai dari tim penyelamat, lembaga pemadam kebakaran, hingga lembaga penanganan pasca-bencana.

Hal yang sama juga diterapkan di Amerika Serikat, dengan FEMA (Federal Emergency Management Agency) yang memiliki otoritas melebihi kementerian yang ada. Keberhasilan mereka menunjukkan bahwa penggabungan tugas-tugas terkait mitigasi kebencanaan dalam satu kementerian atau badan yang terkoordinasi dengan baik dapat meningkatkan efektivitas penanganan bencana.

Baca Juga  Negara Palestina: Pengakuan Internasional atau Perangkap Baru

Pentingnya Penguatan Infrastruktur dan Sistem Informasi

Selain pembentukan Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan, hal lain yang tidak kalah penting adalah penguatan infrastruktur dan sistem informasi yang digunakan dalam penanggulangan bencana. Di era digital ini, sistem informasi yang terintegrasi dan berbasis data sangat penting untuk mendeteksi dini ancaman bencana dan mengoordinasikan bantuan secara real-time. Sistem pemantauan yang menggunakan teknologi satelit, sensor, dan aplikasi berbasis GPS telah terbukti efektif dalam mempercepat respons terhadap bencana.

Indonesia perlu memperkuat infrastruktur ini, baik dalam hal perangkat keras (seperti alat pemantauan) maupun perangkat lunak (seperti sistem manajemen bencana berbasis data). Selain itu, sistem informasi yang baik juga akan mendukung proses evakuasi yang lebih efisien, serta mempercepat pemulihan setelah bencana terjadi.

Langkah Menuju Indonesia yang Lebih Siap Menghadapi Bencana

Dengan segala tantangan dan potensi bencana yang ada, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi ancaman-ancaman tersebut. Pembentukan Kementerian Urusan Mitigasi Kebencanaan akan menjadi langkah strategis yang penting untuk menyatukan berbagai lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana, serta memastikan bahwa respons terhadap bencana bisa lebih cepat, efisien, dan terkoordinasi.

Selain itu, penguatan sistem informasi dan infrastruktur yang berbasis teknologi akan sangat membantu dalam mendeteksi dan merespons bencana secara lebih tepat waktu. Sebagai negara yang telah menjadi ensiklopedi bencana dunia, Indonesia harus dapat bertransformasi menjadi negara yang lebih siap dan tangguh dalam menghadapi bencana, dengan memanfaatkan potensi pengetahuan, pengalaman, dan teknologi yang ada. Pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait harus bekerja sama untuk memastikan bahwa mitigasi kebencanaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar respons ketika bencana sudah terjadi.

*) Penulis: Khoirul Anam
Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Alumni Sekolah Kepemimpinan Nasional (SKN) LHKP PP Muhammadiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *