MAKLUMAT – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melontarkan kritik keras terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi izin tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. MAKI menilai langkah KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagai bentuk telat mikir atau telmi serius dalam pemberantasan korupsi sektor sumber daya alam.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menegaskan kasus tersebut sejatinya telah memiliki tersangka, yakni mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman. KPK menetapkan Aswad sebagai tersangka sejak 2017 atas dugaan penerimaan suap dan perbuatan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2,7 triliun.
“Kasus ini sudah jelas. Tersangkanya ada, bahkan sudah diumumkan ke publik. Tapi saat hendak ditahan, yang bersangkutan mendadak sakit dan penahanan dibatalkan,” ujar Boyamin, Minggu (28/12/2025).
Boyamin mengungkapkan berdasarkan data dan dokumentasi yang dimiliki MAKI, kondisi kesehatan Aswad justru tergolong prima setelah batal ditahan. Ia menyebut Aswad masih aktif mengikuti kegiatan politik hingga membeli kendaraan baru.
“Faktanya dia bisa ikut kampanye, bisa test drive dan membeli mobil baru. Itu menunjukkan yang bersangkutan sehat,” tegas Boyamin.
MAKI, lanjut dia, menyayangkan keputusan KPK menghentikan penyidikan perkara izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel yang berlangsung pada periode 2007–2014 tersebut. Penghentian perkara ini mencederai rasa keadilan publik.
Sebagai langkah lanjutan, MAKI telah mengirimkan surat resmi kepada Kejaksaan Agung agar mengambil alih penanganan kasus tersebut, dan bisa dimulai dengan penyidikan baru. Selain itu, MAKI juga mempertimbangkan langkah praperadilan atas penerbitan SP3 oleh KPK. Namun, langkah hukum itu akan ditunda jika Kejagung bergerak cepat.
Boyamin kembali menyoroti kinerja KPK yang dinilainya terlalu lamban dalam menangani kasus-kasus korupsi besar, khususnya di sektor pertambangan.
“KPK ini memang cenderung telmi atau telat mikir serius. Padahal kasus tambang seperti nikel dan timah jelas merugikan negara besar. Kalau Kejagung berani, ini harus diusut tuntas,” tandasnya.***