MAKLUMAT — Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (LHKP PWM) Jawa Timur menyampaikan refleksi kritis akhir tahun 2025 terhadap sejumlah dinamika politik dan kebijakan publik di Jatim.
Ketua LHKP PWM Jawa Timur, H Muhammad Mirdasy SIP, menilai bahwa sepanjang 2025 terdapat sejumlah capaian positif yang patut diapresiasi. Meski begitu, ia juga memberikan cacatan kritis terhadap sejumlah persoalan yang menurutnya harus dikoreksi secara serius agar tidak berulang di tahun 2026.
“Ada banyak prestasi ataupun pencapaian dalam beberapa hal yang tentu kita harus apresiasi dan dorong untuk diteruskan dan terus ditingkatkanl,” ujarnya kepada Maklumat.id, Ahad (29/12/2025).
“Tetapi di sisi lain juga terdapat beberapa persoalan atau permasalahan yang krusial dan harus dikritisi dan dievaluasi, sehingga harapannya tidak terulang kembali atau dapat diperbaiki ke depan,” sambung Mirdasy.
Capaian Positif yang Perlu Diperkuat
Dalam penyampaiannya kepada Maklumat.id, Mirdasy menilai bahwa stabilitas politik dan jalannya pemerintahan daerah di Jawa Timur selama 2025 relatif terjaga.
Kondisi tersebut, kata dia, memungkinkan pelayanan publik tetap berjalan di tengah dinamika politik nasional. Ia juga mengapresiasi upaya digitalisasi sektor pelayanan publik, hingga penguatan UMKM.
“Upaya digitalisasi pelayanan publik, penguatan sektor UMKM, serta ruang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan sudah mulai menunjukkan hasil. Ini adalah hal-hal baik yang perlu terus ditingkatkan kualitas dan pemerataannya,” sebutnya.
Menurut Mirdasy, keberlanjutan kebijakan yang berorientasi pada pelayanan publik dan penguatan ekonomi rakyat harus menjadi fokus utama pemerintah daerah ke depan.
Catatan Kritis dan Koreksi Kebijakan
Kendati demikian, Mirdasy menyebut bahwa LHKP PWM Jawa Timur juga mencatat sejumlah persoalan mendasar yang harus segera dituntaskan.
Ia menyoroti masih adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah, lemahnya evaluasi kebijakan berbasis kebutuhan riil masyarakat, hingga persoalan klasik terkait transparansi dan pengawasan anggaran publik.
“Kebijakan publik tidak boleh berhenti pada aspek administratif dan pencitraan. Harus ada keberanian untuk mengevaluasi dampaknya secara jujur, terutama bagi masyarakat kecil, kelompok rentan, dan daerah pinggiran,” sorot pria yang juga menjabat Ketua PW Parmusi Jatim itu.
Tak cuma itu, ia juga menilai bahwa partisipasi politik masyarakat, khususnya generasi muda dan perempuan, masih cenderung bersifat formal dan belum sepenuhnya substantif.
Selain itu, Mirdasy juga menyoroti insiden yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Sampang, Madura, di mana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat tidak memberikan izin penggunaan Pendopo Trunojoyo untuk agenda perayaan Milad ke-113 Muhammadiyah pada 16 Desember 2025 lalu. Padahal, sejatinya kegiatan tersebut menghadirkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Dr Abdul Mu’ti MEd.
Penolakan Pemkab Sampang terhadap kegiatan Milad Muhammadiyah tersebut disorot berbagai pihak, sebab sejatinya Pendopo Kabupaten adalah ruang yang terbuka bagi masyarakat. Mirdasy berharap ke depan tidak ada lagi kejadian serupa, bukan hanya terhadap Muhammadiyah, tetapi seluruh elemen dan kelompok masyarakat.
“Hal-hal seperti ini tentu harus dievaluasi dan diperbaiki ke depan, jangan sampai ada kejadian serupa. Bukan hanya terhadap Muhammadiyah, tapi siapa pun atau apapun kelompok masyarakat atau ormasnya, semoga tidak ada lagi hal yang begitu,” tandasnya.
Rekomendasi dan Harapan Menuju 2026
Lebih lanjut, menyambut tahun 2026, Mirdasy menandaskan bahwa LHKP PWM Jawa Timur akan terus berupaya untuk mendorong pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat kebijakan yang berorientasi pada keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
Ia juga menegaskan pentingnya peningkatan keterbukaan informasi dan akuntabilitas kebijakan publik, serta mendorong agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur membuka luas ruang partisipasi masyarakat secara lebih bermakna, mulai dari perumusan hingga evaluasi kebijakan.
Selain itu, ia meminta agar Pemprov Jawa Timur menjadikan aspirasi dan kritik yang dilontarkan publik supaya menjadi bagian dari proses perbaikan demokrasi, bukan sebagai ancaman.
“Refleksi akhir tahun ini kami sampaikan sebagai ikhtiar bersama agar tahun 2026 menjadi momentum perbaikan tata kelola politik dan kebijakan publik di Jawa Timur yang lebih adil, berkemajuan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat,” pungkas Mirdasy.