Warga Rempang Tolak Relokasi, Muhammadiyah Bongkar Pelanggaran HAM di Proyek Rp175 T

Warga Rempang Tolak Relokasi, Muhammadiyah Bongkar Pelanggaran HAM di Proyek Rp175 T

MAKLUMAT — Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City kembali memantik kontroversi. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah merilis policy brief berjudul “Kehampaan Hak di Balik PSN Rempang Eco City”, yang mengungkap realitas lapangan jauh dari narasi kesejahteraan yang dikampanyekan pemerintah.

Kajian ini disusun tim gabungan dari LHKP dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah. Tim yang meneliti langsung kondisi di lapangan mencakup David Efendi, Alhafiz Atsari, Parid Ridwanuddin, Alfian Djafar, Usman Hamid, Widhiyanto Muttaqien, Trisno Raharjo, dan Yayum Kumai.

Disarikan dari hasil kajian LHKP PP Muhammadiyah, dikutip pada Senin (29/12/2025), istilah “kehampaan hak” menjadi benang merah. Muhammadiyah menilai warga Rempang yang telah bermukim sejak 1834 kini menghadapi situasi di mana hak mereka untuk memiliki hak (right to have right) dirampas. Pemerintah, menurut laporan, kerap memberi “opsi palsu” kepada warga. Saat berhadapan dengan rakyat, jalur teknis formal diterapkan, tetapi terhadap investor, praktik informal justru dijalankan. Muhammadiyah menyebut praktik ini menyerupai teori totalitarianisme.

Tim Muhammadiyah menemukan serangkaian pelanggaran HAM saat bentrokan September 2023. Komnas HAM juga menegaskan adanya indikasi pelanggaran hak asasi manusia. Warga mengalami intimidasi aparat, penggunaan gas air mata berlebihan, dan akses bantuan hukum untuk tersangka dibatasi. Anak-anak yang menyaksikan kekerasan mengalami dampak psikososial, sementara layanan kesehatan terganggu karena puskesmas dikosongkan dan tenaga medis dipindah-tugaskan.

Baca Juga  Wakil Ketua MPR RI Tegaskan Pentingnya PPHN Sebagai Arah Pembanggunan Berkelanjutan

Meski pemerintah menyatakan 70 persen warga setuju direlokasi, Muhammadiyah menemukan fakta berbeda. Mayoritas warga di 16 kampung tetap bertahan di tanah leluhur. Solidaritas warga justru menguat di tengah tekanan. Mereka mendirikan delapan posko penjagaan mandiri untuk menghalau pengukuran tanah oleh pengembang. Warga bahkan menyisihkan Rp 2.000 setiap hari untuk dapur istri para tahanan konflik. Bagi mereka, mempertahankan kampung bukan sekadar soal tanah, tetapi sejarah dan identitas.

Muhammadiyah juga mengkritik penggunaan label “Eco City” yang dianggap sekadar politik bahasa atau greenwashing. Investasi Rp 175 triliun dari Xinyi Group asal China untuk pabrik kaca diprediksi merusak ekosistem pesisir akibat eksploitasi pasir silika yang masif.

Kajian ini menyimpulkan PSN Rempang Eco City menimbulkan ketimpangan serius, baik dari sisi hukum, HAM, politik, solidaritas sosial-budaya, akses informasi, maupun lingkungan hidup. Proyek itu menegasikan prinsip desentralisasi dan menjebak kuasa politik lokal di bawah tekanan oligarki bisnis. Kewargaan warga diamputasi, hak konstitusi mereka dikorbankan, bahkan mereka diintimidasi hingga dikriminalisasi. Pelanggaran hukum dan HAM dinormalisasi sebagai praktik ekonomi-politik. Absennya dukungan organisasi masyarakat sipil lokal memaksa jaringan CSO nasional turun tangan untuk mendampingi warga.

PP Muhammadiyah mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat untuk memberikan kepastian hukum atas tanah warga. Mereka menekankan pentingnya dukungan psikososial bagi anak-anak terdampak konflik, memperkuat advokasi hukum, dan memastikan warga memiliki akses bantuan hukum. Muhammadiyah juga menyerukan pengakuan hak tanah berbasis masyarakat adat melalui pemetaan yang partisipatif, transparan, dan adil.

Baca Juga  Sampang Tolak Kedatangan Mendikdasmen Abdul Mu'ti: Izin Pendopo Muhammadiyah Dibatalkan

Selain itu, koordinasi antar lembaga dan kelompok masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah, harus diperkuat agar pendekatan mengatasi masalah warga Rempang lebih terpadu. PP Muhammadiyah menegaskan investasi asing, khususnya dari China, wajib mematuhi perlindungan HAM, lingkungan hidup, dan keanekaragaman hayati. Seluruh investasi yang mengabaikan ketiga hal itu harus dievaluasi dan dihentikan.

Akhirnya, Muhammadiyah mengingatkan pemerintah Indonesia untuk selalu memedomani UUD 1945, yang menjadi rujukan tertinggi negara, untuk memberikan perlindungan tanpa diskriminasi terhadap seluruh warga negara, tanpa memandang suku, agama, ras, maupun asal-usul. PSN Rempang Eco City, menurut laporan ini, menjadi bukti nyata bagaimana ambisi investasi bisa menabrak hak-hak konstitusi warga.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *