DI LUAR dugaan banyak orang, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) mengumumkan Mohamad Sohibul Iman (MSI) menjadi calon gubernur (cagub) DK Jakarta (Daerah Khusus Jakarta). Alasannya, PKS ingin ada kadernya yang maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DK Jakarta 2024, (Republika.id.co, Ahad, 23/6/2024).
Juru Bicara PKS, Ahmad Mabruri, mengatakan bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS ingin mengusung kadernya sendiri.
“Sebagai partai pemenang di Jakarta, PKS memutuskan akan memperjuangkan kader terbaiknya sebagai cagub (calon gubernur) DKI Jakarta. Kandidat yang kami usung adalah Mohamad Sohibul Iman, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Syuro PKS,” ujar Mabruri dalam melalui keterangannya yang dikonfirmasi Republika, Ahad.
Ia menambahkan, keputusan itu juga telah disetujui oleh Presiden PKS. Ketika ditanya alasan tak mengusung Anies Baswedan, menurut dia, Presiden PKS ingin kader internal yang maju.
Makna PKS Mengusung Kadernya Sendiri
Secara hipotesis keputusan PKS mengusung Shohibul Iman bisa dibaca sebagai berikut:
Pertama, PKS ingin menjadi faktor penentu (variabel independen) dan bukan ditentukan (dependen). Minimal terhadap dirinya sendiri karena pemenang pemilu legislatif di DKJ.
Sejak pilgub DKI 2007, PKS menjadi variabel dependen, pendukung dan mengikuti arus politik besar. Bahkan saat Sandiaga Uno mundur dari kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta, mestinya jatah kursi untuk PKS menjadi wakil gubernur, tetapi diserobot Partai Gerindra.
Begitu pula wacana pilgub DKJ 2024, belum apa-apa, muncul tawaran Gerindra kepada PKS untuk calon wakil gubernur, padahal PKS pemenang pileg (pemilu legislatif) di DKJ 2024. Kursi PKS sebanyak 18 kursi. Dan hipotesis ini mengasumsikan PKS tidak tertarik tawaran Gerindra untuk masuk dalam bagian koalisi rezim Prabowo. Atau sebaliknya?
Pertanyaannya: dengan siapa PKS berkoalisi? PKS untuk mengusung cagub perlu minimal 4 kursi.
Jika katakanlah secara sembrono yang merapat partai NasDem dan PKB maka pertanyaannya adalah siapa yang menjadi cawagubnya (calon wakil gubernur)? Ambil saja cawagubnya Syahroni maka koalisi masih bisa berharap “menang” kalau koalisi KIM (Koalisi Indonesia Maju) ditambah PSI (Partai Solidaritas Indonesia) bersatu mengusung Ridwan Kamil (RK) dan Kaesang.
Pertanyaannya dimana peran PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)? Padahal kursinya sebanyak 15 kursi. PDIP tidak bisa mengusung sendiri. Harus berkoalisi. Jika komposisi di atas terjadi maka PDIP dan Anies bakal tersingkir dari pilgub DKJ. Apakah PDIP “menyerah” begitu saja?
Hipotesis kedua, PKS mengusung MSI hanya spekulasi, apalagi jika hal itu bagian dari scenario rezim, dan karena itu tidak bisa memanaje parpol lainnya. Di sisi lain jika rezim tidak berhasil “menjinakkan” PKB maka bisa saja PDIP dan PKB berkoalisi.
Jika evaluasi polarisasi Ahok dengan Anies dalam pilgub 2017 masih kuat di kalangan elite PDIP, utamanya Megawati Soekarnoputri, maka bisa Ahok muncul. Pola ini bisa memuncul 3 kandidat cagub yaitu RK, MSI, dan Ahok (Basuki Tjahya Purnama). Pola ini pun “menyingkirkan” Anies.
Hipotesis ketiga, jika PDIP masih mendidih kemarahannya terhadap Jokowi dan menganggap peristiwa pilgub 2017 DKI Jakarta bisa dinetralisir dengan simbol mengusung Anies maka PDIP bakal pragmatis sikapnya.
Di sisi lain orientasi melawan Jokowi dan kroninya menjadi utama, maka usulan Masinton Pasaribu bisa terjadi, detik.com, 24/6/2024. Bisa terjadi koalisi PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan PDIP untuk mengusung Anies. Calon wakil bisa Ahok atau Andika Perkasa, mantan Panglima TNI.
Hipotesis ketiga ini pun mengasumsikan PKB “independen” dari tekanan dan ajakan bergabung dalam rezim. Jika hipotesis ketiga ini berkembang maka bisa muncul 3 kandidat dalam pilgub: RK, Anies, dan MSI.
Hipotesis keempat, memajukan MSI merupakan alat untuk memaksa Anies mengambil MSI menjadi cawagub Anies. Hal itu bisa dilakukan PKS jika hasil survei elektabilitas MSI tidak tinggi sehingga susah untuk menang dalam pilgub DKJ.
Efek Anies
Mengapa Anies dan PKS sangat penting dalam pilgub DKJ 2024 ini? PKS adalah pemenang pemilu legislatif 2024 di DKJ. Sementara Anies mempunyai coattail effect (efek ekor jas) dalam pilpres (pemilihan umum presiden) 2024.
Menyimak hasil pileg 2024 di DKJ tampak coattail effect Anies sangat besar. Semua parpol yang mengusung Anies dalam pilpres 2024 suaranya naik signifikan. PKS kursinya menjadi 18 kursi (2019-2024: 16 kursi). NasDem 11 kursi di tahun 2024-2029 sementara dalam pileg 2019 hanya dapat 7 kursi. Dan PKB di tahun 2024 mendapat 10 kursi (2019-2024 hanya 5 kursi).
Pimpinan DPD (Dewan Pimpinan Daerah Provinsi PDIP DKJ juga menganggap pengaruh Anies dalam pilpres 2024 sangat besar. Hal itu yang menyebabkan DPD PDIP DKJ mengusulkan kepada DPP PDIP agar mengusung Anies.
Makna PKS mengajukan MSI menimbulkan efek reversible (dua arah). Satu sisi mengukuhkan PKS menjadi variabel independen, tetapi di sisi lain mempersempit ruang gerak Anies untuk maju sebagai pilgub DKJ. Apakah langkah PKS itu bagian dari skenario rezim yang dibungkus PKS dengan sangat halus? Waktu nanti yang bakal menjawab.
Dr Aribowo, Penulis adalah Pengamat Politik UNAIR dan Ketua MPID PWM Jatim