Aktivis-aktivis Palestina pesimis putusan Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) soal legalitas pendudukan/okupasi Israel akan berdampak di lapangan.
Seperti diketahui, dalam putusannya pada Jumat (19/7/2024) lalu, ICJ menyatakan pendudukan Israel atas Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza sejak 1967 adalah ilegal.
Jubir NGO Al-Haq di Tepi Barat, Zainah el-Haroun menilai berdasarkan track record-nya, putusan ICJ sebelumnya tak membuat dunia mengambil tindakan terhadap Israel.
Dia merujuk pada pendapat penasihat ICJ tahun 2004, yang menyatakan tembok pemisah dan permukiman-permukiman khusus Yahudi yang dibangun Israel di tanah Palestina, ilegal.
Permukiman-permukiman ilegal tersebut tidak hanya masih berdiri setelah putusan itu dikeluarkan, jumlah pemukim Israel di sana justru meningkat dari 250.000 orang pada 1993, menjadi lebih dari 700.000 pada 2023.
“Putusan itu tak berpengaruh jika negara-negara ketiga, dan komunitas internasional gagal membuat Israel bertanggung jawab,” kata el-Haroun kepada Al-Jazeera, dikutip dari Kompas pada Ahad (21/7/2024).
“Putusan ICJ menegaskan pendudukan Israel tanpa hukum dan harus segera diakhiri. Negara-negara ketiga harus memastikan realisasi penuh rakyat Palestina, untuk menentukan nasib sendiri dan memberikan sanksi terhadap pendudukan ilegal Israel, yang melanggar hukum internasional,” tambahnya.
Senada, aktivis Palestina Mohamad Alwan yang ikut memantau perkembangan situasi dan serangan-serangan pemukim-pemukim Israel di Tepi Barat, juga meragukan dampak putusan ICJ tersebut.
Dia berpendapat, putusan ICJ tersebut mungkin dapat merusak citra Israel di luar negeri atau di dunia internasional. Tetapi dia menyangsikan ICJ akan mampu menegakkan putusan tersebut secara maksimal. Alwan juga meragukan negara-negara lain bakal bergerak menindak Israel meskipun sudah ada putusan dari ICJ.
Ia menyontohkan perintah ICJ pada Januari lalu yang meminta Israel mengizinkan semakin banyak bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza untuk sekitar 2,3 juta warga Palestina, yang hingga kini tidak dilakukan.
“Menurut saya, putusan ini tidak berdampak segera terhadap situasi di lapangan,” ujar Alwan.
“Tetapi dalam jangka panjang, mungkin akan berdampak. Dunia sekarang telah melihat bagaimana Israel membunuh orang-orang dan membunuh anak-anak, dan pandangan mereka mulai berubah tentang Israel dan pendudukannya,” sambungnya.
Untuk diketahui, dalam putusannya ICJ menyimpulkan Israel telah secara paksa memindahkan warga Palestina dari tanah mereka, mengeksploitasi sumber air, mencaplok sebagian besar wilayah pendudukan dengan paksa, dan melanggar hak warga Palestina menentukan nasibnya sendiri.
ICJ juga menyatakan Israel harus berhenti membangun permukiman di Tepi Barat dan harus memberikan kompensasi terhadap warga Palestina atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah-wilayah yang didudukinya.
Putusan tersebut merupakan pendapat yang tak mengikat, yang diminta Majelis Umum PBB pada 2022, yang berupaya memperjelas implikasi hukum dari pendudukan Israel di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu ‘mengamuk’ atas munculnya putusan tersebut. Dia menyebut bahwa ICJ telah telah membuat putusan yang penuh kebohongan.
“Warga Yahudi tidak menjajah tanah mereka sendiri, tidak di Ibu Kota abadi kami Yerusalem, tidak di warisan leluhur kami di Yudea dan Samaria (Tepi Barat),” katanya dikutip dari BBC.
“Tak ada keputusan penuh kebohongan di Den Haag yang akan memutarbalikkan kebenaran sejarah ini, dan demikian pula, legalitas pemukiman Israel di seluruh wilayah Tanah Air kita yang tak dapat disangkal,” tandas Netanyahu.