Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan mengunjungi Rusia selama tiga hari, terhitung Senin hingga Rabu (12-14/8/2024). Dalam kunjungan tersebut, Abbas juga diagendakan akal menemui Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir Anadolu Agency, Duta Besar (Dubes) Palestina untuk Rusia, Abdel Hafiz Nofal mengatakan, Mahmoud Abbas akan bertemu Putin pada Selasa (13/8/2024).
“Presiden akan tiba pada malam tanggal 12 Agustus (waktu setempat). Pertemuan dengan Presiden Putin diperkirakan akan dilakukan pada Hari Selasa (13/8/2024), dan sebelum itu Mahmoud Abbas akan meletakkan bunga di Makam Prajurit Tak Dikenal di Moskow,” kata Nofal dikutip Senin (12/8/2024).
Selain bertemu Putin, dalam kunjungan selama tiga hari itu, Nofal menyebut Mahmoud Abbas juga mengadakan pertemuan dengan para Dubes negara-negara Arab yang ada di Rusia selama kunjungannya tersebut.
Nofal mengungkapkan, salah satu fokus topik yang akan dibahas dalam pertemuan dengan Putin adalah soal situasi terkini di Jalur Gaza, termasuk peran Rusia dalam mendukung maupun membantu memediasi konflik.
Menurut Nofal, Rusia adalah negara yang memiliki hubungan dekat dengan Palestina. Sebab itu, Mahmoud Abbas memilih untuk berdiskusi soal penyelesaian konflik yang tengah dihadapinya.
“Mereka akan berbicara tentang peran Rusia dan apa yang dapat dilakukan. Kami berada dalam situasi yang sangat sulit dan Rusia adalah negara yang dekat dengan kami. Kami perlu berkonsultasi,” ungkapnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Mahmoud Abbas diagendakan bakal mengunjungi Rusia pada 15 November 2023 silam. Namun, rencana tersebut harus ditunda atas permintaan pihak Palestina lantaran situasi di Jalur Gaza.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang dirilis oleh PCBS pada Ahad (11/8/2024), selama puncak konflik Israel-Palestina yang meletus sejak 7 Oktober 2023 silam, militer zionis telah membunuh sekitar 1,8 persen dari total populasi di Jalur Gaza.
Disebutkan lebih dari 39.000 orang tewas dalam serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober tahun lalu, di mana sebagian besar korban adalah dari kalangan perempuan dan anak-anak. Sementara sekitar 10.000 orang masih hilang dan diperkirakan lebih dari dua juta orang mengungsi.