MAKLUMAT – Pola hidup hedonisme dipertontonkan keluarga istana di tengah perjuangan para mahasiswa. Para pemuda harapan bangsa ini geram atas perilaku elite politik yang terus menerus melakukan penistaan terhadap norma-norma kehidupan politik.
Dua pandangan yang kontras ini tentu sangat memprihatinkan. Mirisnya lagi, pola hidup hedonisme itu dilakukan Kaesang Pangarep, anak presiden. Dia mempertontonkan hidup glamor sementara kehidupan bangsa dan negara tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.
Di tengah perjuangan menegakkan nilai-nilai demokrasi, para mahasiswa mengalami pemukulan, penangkapan dan penahanan oleh aparat keamanan. Sementara anak presiden ini menghabiskan dana miliaran untuk keperluan pribadi. Dan tragisnya, realitas glamor itu dipertontonkan dan dishare dengan penuh bangga.
Hedonisme
Publik sedang melakukan amarah ketika menyaksikan sandiwara politik yang dilakukan oleh para elite. Mereka ini melakukan manuver politik untuk melanggengkan praktek politik dinasti yang dilakukan rezim. Masyarakat melihat bahwa drama politik DPR yang sedang berupaya melakukan pembangkangan politik. Mereka berupaya meruntuhkan marwah Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengeluarkan putusan resmi terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Masyarakat pun serentak melakukan demonstrasi secara sebagai respon atas upaya pembegalan putusan MK oleh DPR. Para pendemo pun mendatangi gedung DPR pusat dan daerah untuk melakukan pengepungan guna menekan agar tidak mengikuti putusan MK. Para demonstran pun mengalami luka-luka atas pemukulan yang dilakukan aparat keamanan. Bahkan mereka dipersekusi dan ditahan karena dipandang melakukan kerusuhan.
Di tengah para putera bangsa yang melakukan perlawanan itu, muncul realitas yang dipertontonkan anak presiden, Kaesang Pangarep. Dia bersama istrinya, Erina Gudono pergi ke Amerika Serikat. Hedonisnya, mereka menyewa private jet seharga 9 M. Bahkan beberapa sumber melansir bahwa pesawat private jet itu milik keluarga rezim ini.
Hal ini jelas tidak pantas. Publik pun menyoroti pola glamor menantu bontot presiden Indonesia, Erina Gudono ini. Dia seringkali mencuri perhatian publik, di berbagai kesempatan selalu terlihat menenteng tas branded atau mengenakan pakaian dari merk ternama dan mendunia.
Publik pun melihat bahwa Kaesang Pangarep sangat menikmati momen-momen santai bersama istrinya di Amerika Serikat. Salah satu unggahan menunjukkan Kaesang mencicipi hot dog di Grand Central Market. Momen kuliner lainnya juga dibagikan ketika mereka makan di kawasan elit Beverly Hills, di mana Kaesang berkomentar tentang harga telur dadar yang mencapai Rp 400 ribu, dan menikmati roti seharga 400 ribu. Ini tentu sangat menyinggung perasaan publik.
Mengawal Putusan MK
Di tengah sorotan hedonisme Kaesang Pangarep itu, muncul pandangan kontras. Para pemuda anak bangsa terlihat berupaya mengawal putusan MK. Namun, mengalami perlakuan yang mengenaskan. Menurut beberapa sumber media, mereka dipukuli, dan ditahan dan harus membayar sejumlah uang bilamana ingin bebas. Salah satu sumber media menyatakan terdapat indikasi bahwa mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp 3 juta per orang agar bisa bebas.
Menurut sumber Kompas bahwa BEM Universitas Pakuan tengah berusaha mencari cara agar tidak perlu membayar uang tebusan tersebut dan berharap kedua mahasiswa bisa segera dibebaskan tanpa syarat. “Kita juga dapat info update baru dari sananya, ketika memang ingin keluar, harus mengeluarkan uang Rp 3 juta per kepala. Itu sudah konkret informasinya, kalau Rp 3 juta itu harus dikeluarkan kongkrit sudah A1.”
Dua realitas di atas menunjukkan hal yang kontras, di mana masyarakat, khususnya para mahasiswa begitu gigih memperjuangkan tegaknya kehidupan berbangsa yang demokratis dan berkeadilan. Di sisi lain, muncul pameran kemewahan keluarga istana. Bahkan pola hidup mewah itu dipertontonkan di berbagai media sosial. Masyarakat pun menyaksikan hal ini, sehingga semakin menguatkan pandangan bahwa praktek politik dinasti semakin kuat.
Melihat realitas ini, masyarakat pun semakin kuat bahwa moralitas politik para elite politik begitu rendah. Para anggota DPR tidak lagi memiliki taring untuk mengontrol kekuasaan, dan mereka benar-benar ompong melihat pola kehidupan hedonis yang dipertontonkan keluarga istana.
Para anggota legislatif yang seharusnya melakukan kontrol terhadap perilaku eksekutif, dalam hal ini presiden, tetapi mereka justru terjebak dalam praktek politik kongkalikong dengan rezim ini. Rendahnya etika dan moralitas politik para elite ini dipertontonkan sedemikian terbuka. Alih-alih merespon positif dan memberi harapan kepada masyarakat dengan mengabulkan tuntutan publik, tetapi justru membiarkan kekuasaan eksekutif semakin memberi harapan buruk pada publik.
Kekuasaan DPR itu semakin tumpul ketika publik dipertontonkan oleh keluarga istana yang melakukan roadshow hidup hedonisme. Sementara masyarakat berjibaku memperjuangkan hidup mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Rasanya harapan masyarakat sangat rendah pada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih dengan iming-iming akan tegak keadilan dan kesejahteraan sosial. (*)
Dr. Slamet Muliono Redjosari, Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jatim