SEKRETARIS Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menyebut wacana pengontrolan tempat ibadah tidak akan menyelesaikan permasalahan radikalisme. Justru akan memunculkan problematika baru. Komentar itu dilontarkan Prof Mu’ti menanggapi pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel yang mewacanakan untuk mengontrol tempat ibadah.
“Wacana yang disampaikan Kepala BNPT agar masjid dikontrol oleh Pemerintah bukan menyelesaikan masalah, tapi justru akan menimbulkan masalah baru. Kontrol masjid oleh Pemerintah berpotensi menimbulkan formalisasi dan rezimentasi paham agama yang tidak sesuai Pancasila dan UUD 1945,” katanya, Rabu (6/9/2023).
Menurut pria yang akrab disapa Abe Mukti itu, mengaitkan radikalisme hanya dengan teologi adalah hal yang tidak relevan. Pendekatan seperti itu, kata dia, tidak akan mengatasi akar dari permasalahan radikalisme yang sangat kompleks, termasuk berkaitan pada problem ketidakadilan sosial dan hukum.
Abe Mukti berpendapat, melihat persoalan radikalisme tidak bisa dilakukan hanya pada masalah keagamaan, khususnya seringkali dikaitkan terhadap Islam. Menurut dia, hal itu adalah sesuatu yang bias. Baginya, menjadikan kasus di negara-negara lain seperti Malaysia, Arab Saudi, Singapura ataupun negara lainnya sebagai referensi adalah tidak relevan, sebab perbedaan sistem politik dan ketatanegaraan.
“Radikalisme agama tidak hanya terdapat di dalam Islam tapi juga agama lainnya. Radikalisme tidak hanya terjadi dalam agama tapi dalam bidang lainnya termasuk ekonomi, kebudayaan, dan politik,” tegasnya.
Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu meminta, agar pemerintah lebih responsif, tidak alergi dan tidak anti kritik dalam menangani persoalan radikalisme. Masih adanya kasus-kasus atau isu-isu radikalisme, menurut dia harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah, khususnya dalam program moderasi beragama.
“Alih-alih membangun sikap moderat, ada gejala dimana program moderasi beragama malah melahirkan masalah radikalisme baru,” tandas Abe Mukti.
Sebelumnya, Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel dalam rapat dengan Komisi III DPR pada Senin (4/9/2023), mengusulkan agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia agar tempat ibadah tidak menjadi sarang radikalisme. Rycko berpendapat, hal itu berkaca dari negara-negara lain.
Pernyataan itu adalah sebagai jawaban atau respons Rycko terhadap pernyataan anggota DPR Komisi III Fraksi PDIP Safaruddin yang menyebut adanya karyawan BUMN di PT KAI yang terpapar paham radikalisme. Berdasarkan pengamatan Safaruddin, terdapat masjid di BUMN kawasan Kalimantan Timur yang setiap hari mengkritik pemerintah.
“Ya memang kalau kami di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan itu Pak, itu masjidnya Pertamina, tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, di dekat Lapangan Merdeka itu,” ujar Safaruddin.
“Kiranya kita perlu memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan dan penyalahgunaan tempat-tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme,” jawab Rycko dalam rapat tersebut. (*)
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto