MAKLUMAT — Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang pada 4-6 Desember 2024 bukan sekadar agenda besar organisasi. Di balik megahnya acara, sebuah cerita menginspirasi muncul dari barisan Kokam – Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah.
Tidak lagi didominasi laki-laki, Kokam kini memiliki Kokamwati, barisan perempuan tangguh yang ikut menjaga dan melayani. Salah satu sosok yang mencuri perhatian adalah Afra Asmici Dian.
Mahasiswi semester tujuh Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) ini dengan percaya diri menjalankan tugasnya sebagai Kokamwati. Senyum hangat Afra merefleksikan semangatnya yang besar.
“Kami di sini bukan hanya menjaga, tapi juga melayani. Muhammadiyah mengajarkan bahwa pelayanan itu untuk semua, tanpa terkecuali,” ungkap Afra di sela tugasnya pada Kamis (5/12).
Afra bukanlah seorang Muslim. Sebagai jemaat Katolik asal Flores, ia awalnya khawatir tentang penerimaan di UMK, sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Islam. Namun, semua keraguan itu sirna begitu ia mulai berkuliah.
“Kami merasa senang di sini. Teman-teman sangat membantu dan suasananya penuh keakraban,” tuturnya.
Afra memulai aktivitas organisasi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada semester awal. Namun, ia sempat vakum karena ingin fokus menyelesaikan skripsinya. Meski begitu, pengalaman belajarnya tetap kaya, terutama dalam mata kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
“Belajar AIK juga bukan soal nilai, tapi pengalaman. Terutama soal toleransi,” katanya sambil tersenyum.
Ia mengaku sedikit kesulitan belajar Bahasa Arab, terutama mengenali tulisan hijaiyah. Namun, dukungan dari teman-temannya menjadi kekuatan besar. “Toleransi di Muhammadiyah itu nyata. Bukan hanya ucapan, tapi benar-benar diwujudkan,” tambahnya.
Keluarga dan Cerita Inspiratif
Afra bukan satu-satunya anggota keluarganya yang berkuliah di UMK. Kakaknya telah lulus dari kampus ini, sementara adiknya kini masih menjalani studi di UMK. Afra mengungkapkan rasa syukur keluarganya terhadap Muhammadiyah.
“Kami keluarga yang kurang mampu, tapi Muhammadiyah memberikan tempat belajar terbaik untuk kami,” ujarnya.
Ayahnya, Phlipus Jemurut, dan ibunya, Yustina Linas, merasa bangga melihat anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang baik. Tidak hanya pendidikan formal, tapi juga nilai-nilai toleransi dan inklusivitas yang nyata dirasakan Afra.
Afra percaya bahwa aksi sosial dan pendidikan Muhammadiyah dapat terus meluas dan membawa manfaat lebih besar. “Semoga semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari program-program Muhammadiyah,” harapnya.
Keberadaan Kokamwati seperti Afra menegaskan bahwa perempuan juga mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga, melayani, dan membangun masyarakat. Kokamwati bukan hanya barisan fisik, tetapi simbol dari inklusivitas dan keberagaman yang diusung Muhammadiyah.
Tanwir Muhammadiyah di Kupang bukan hanya soal strategi organisasi, tapi juga panggung nyata toleransi, di mana Afra adalah salah satu bintang yang bersinar.