MAKLUMAT — Tangis haru tak tertahankan ketika Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyalami satu per satu keluarga korban guru SD Islam Tahfidz Qur’an (ITQ) As-Syafi’iyah, Kabupaten Magelang. Suasana hening berubah menjadi hangat, penuh empati dan doa.
Di halaman sekolah yang masih berduka itu, Rabu (21/5), satu per satu wajah menunjukkan luka yang belum benar-benar sembuh. Kecelakaan yang terjadi di Purworejo, awal Mei lalu, masih menyisakan trauma mendalam. Dari 13 guru yang menjadi korban, 10 dinyatakan meninggal dunia. Tiga lainnya mengalami luka dan masih menjalani pemulihan. “Kami sangat berduka. Para guru ini adalah pejuang pendidikan. Mereka pergi saat menjalankan tugas mulia, bahkan dalam kegiatan keagamaan. Insya Allah wafat dalam keadaan syahid,” ujar Menteri Mu’ti, dengan nada lirih namun tegas.
Kehadiran Mendikdasmen tidak sendiri. Ia didampingi Bupati Magelang Grengseng Pamuji serta sejumlah staf khusus kementerian. Mereka menyapa warga sekolah, melihat langsung kondisi pascakecelakaan, dan mendengarkan keluh kesah para pendidik yang ditinggal rekan sejawatnya.
Tali Asih dan Janji Pendidikan
Tak hanya membawa empati, pemerintah juga hadir dengan aksi nyata. Keluarga korban menerima santunan sebesar Rp5 juta. Bagi guru yang selamat dan sedang menempuh pendidikan tinggi, disediakan subsidi Rp3 juta per semester. “Mudah-mudahan bisa sedikit meringankan beban keluarga dan mendukung guru-guru kita agar bisa tetap melanjutkan pendidikan,” kata Menteri Mu’ti.
Bupati Grengseng menilai dukungan dari pemerintah pusat menjadi penyemangat baru. Ia menyebut kehadiran Mendikdasmen telah memulihkan semangat yayasan dan membuka harapan agar pendidikan di sekolah itu tetap berjalan. “Dukungan dari Pak Menteri sangat berarti. Semoga ini menjadi energi untuk bangkit dan melanjutkan perjuangan para guru,” ucapnya.
Sekolah Masih Berjuang Berdiri
Kepala SD ITQ As-Syafi’iyah, Nurul Faizah, menuturkan bahwa musibah tersebut menjadi ujian paling berat yang pernah dihadapi pihak sekolah. Namun, dukungan dari banyak pihak membuat mereka tetap tegak berdiri. “Bapak Menteri memberikan kami kekuatan moril dan juga bantuan materiil. Tidak hanya untuk keluarga korban, tapi juga untuk kami yang masih berjuang melanjutkan amanah pendidikan,” ungkap Nurul.
Menurut Nurul, selain bantuan langsung, pemerintah juga menjanjikan bantuan renovasi gedung sekolah yang hingga kini belum sempat diselesaikan. Janji itu disambut haru. Sebab, selain kehilangan tenaga pengajar, sekolah juga masih menghadapi persoalan infrastruktur. “Semoga renovasi ini bisa segera terealisasi agar sekolah kembali nyaman bagi anak-anak kami,” tuturnya.
Menyalakan Cahaya yang Sempat Padam
Di balik kesedihan itu, satu hal yang tampak jelas: semangat untuk melanjutkan. Guru-guru yang masih tersisa ingin meneruskan perjuangan rekan-rekan mereka. Anak-anak didik di sekolah itu menjadi alasan utama untuk tetap bangkit.
Hari itu, bukan sekadar kunjungan menteri. Tapi simbol kehadiran negara saat rakyatnya sedang terluka. Di SD ITQ As-Syafi’iyah, air mata dan doa menyatu dengan harapan baru: bahwa pendidikan harus tetap berjalan, meski diliputi duka.