MAKLUMAT — Akademisi yang juga pengamat politik di FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, menyoroti inisiatif Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, yang menggagas pembentukan forum tingkat menteri ASEAN untuk secara khusus membahas persoalan HAM.
Menurutnya, gagasan Pigai tersebut berpotensi menjadi sekadar ‘kosmetik politik’. bila persoalan HAM di dalam negeri belum mampu diselesaikan secara serius.
“Inisiatif ini tampaknya menarik secara diplomatik, tapi ada keganjilan mendasar: Indonesia sedang bicara HAM di forum regional, sementara luka HAM di dalam negeri masih menganga dan tidak pernah disembuhkan,” ujar Siregar, dilansir dari Jaringan Media Afiliasi Tajdid.id, Rabu (23/7/2025).
Banyak Kasus HAM Belum Tuntas
Siregar menyebut sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan, seperti aksi Kamisan yang terus berlangsung tanpa tanggapan berarti dari negara, serta tragedi pembunuhan Laskar Mujahidin di KM 50 yang disebutnya menyimpan banyak misteri dan belum mendapat keadilan.
“Para keluarga korban menanti keadilan, tetapi yang mereka dapat hanya pembungkaman dan pengaburan. Ironis jika Indonesia bicara soal memimpin ASEAN dalam isu HAM, tapi tidak berani mengakui kesalahan sendiri,” tegasnya.
Siregar juga menyinggung perlakuan diskriminatif terhadap tokoh-tokoh agama, termasuk Abu Bakar Ba’asyir, yang menurutnya menjadi korban narasi perang melawan terorisme tanpa mekanisme pembelaan yang adil.
“Penetapan tokoh seperti Ba’asyir sebagai teroris, tanpa membuka ruang bagi pertimbangan sejarah, niat, dan mekanisme pembuktian yang netral, menunjukkan betapa kekuasaan bisa memperalat hukum untuk membungkam,” ujarnya.
Sorotan juga diberikan pada kasus terbaru yang menyeret nama mantan pejabat Tom Lembong. Siregar menilai proses hukum terhadap Lembong terkesan politis dan menjadi bukti selektivitas dalam sistem peradilan.
“Ini bukan sekadar soal Tom Lembong. Ini soal sistem hukum yang dipilih-pilih, digunakan secara selektif, dan menambah daftar panjang kegagalan negara menegakkan HAM,” tambah pria yang juga menjabat Ketua LHKP PWM Sumatera Utara itu.
Proyek Pembangunan yang Merampas Ruang Hidup
Tak hanya itu, Siregar menyinggung proyek-proyek nasional yang dinilainya merampas ruang hidup masyarakat adat, seperti food estate, proyek strategis nasional (PSN), dan reklamasi PIK 2. Menurutnya, negara terus mengabaikan hak-hak warga demi kepentingan ekonomi elite.
“Bagaimana mungkin bicara soal hak asasi manusia, sementara negara masih mengusir rakyat dari tanahnya demi proyek-proyek kapitalistik yang disebut ‘strategis’? Apakah HAM hanya berlaku untuk pengusaha besar dan investor?” kritik Siregar.
Ia menegaskan, gagasan Pigai hanya akan mendapat legitimasi bila disertai dengan keteladanan di dalam negeri.
“Indonesia bisa memimpin, tapi harus dengan keteladanan. Jika tidak, inisiatif ini hanya akan dilihat sebagai ironi: berbicara soal HAM sambil menutup mata atas penderitaan rakyatnya sendiri,” pungkas Siregar.
Pigai Usulkan Forum Menteri HAM se-ASEAN
Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengusulkan pembentukan forum tingkat menteri ASEAN yang secara khusus membahas isu hak asasi manusia. Hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Kehakiman Thailand, Tawee Sodsong, di Bangkok, Selasa (22/7/2025).
Dalam pertemuan itu, Pigai menegaskan kesiapan Indonesia memimpin upaya kolektif ASEAN dalam menyusun visi, persepsi, dan langkah konkret regional terkait hak asasi manusia.
Ia menyebut Indonesia sebagai negara pertama di ASEAN yang memiliki kementerian khusus bidang HAM, dan mengungkap rencana untuk melakukan kunjungan ke negara-negara ASEAN lainnya, termasuk penyelenggaraan pertemuan menteri-menteri HAM ASEAN di Jakarta tahun depan.