Ali Muthohirin dan Seni Menyampaikan Pesan

Ali Muthohirin dan Seni Menyampaikan Pesan

MAKLUMAT – Sosoknya tenang. Tapi ketika bicara, Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, mampu membuat audiens menyimak tanpa berpaling. Nada suaranya tak menggelegar, tapi tiap kalimatnya tertata rapi, menyentuh sasaran. Mungkin, itu pula alasan pria satu ini begitu menekankan pentingnya public speaking di era digital.

“Komunikasi itu bukan cuma soal bicara. Tapi bagaimana pesan bisa diterima dengan utuh, tidak salah arti,” ujar Ali dikutip dari laman Pemkot Malang, Rabu (2/7/2025).

Acara yang diikuti 337 peserta itu memang dirancang untuk membentuk juru bicara masyarakat. Bukan hanya untuk pejabat, tapi juga untuk siapa pun yang ingin menjadi penyampai pesan-pesan pembangunan—baik lewat mimbar, media, ataupun media sosial.

Ali tidak asal bicara. Ia memahami betul bahwa kemampuan menyampaikan pesan adalah modal utama di tengah arus informasi yang deras. “Apalagi sekarang, banyak konten kreator yang ikut bicara soal kota ini. Kalau gaya bicara mereka bagus, isi pesannya tepat, bisa jadi kekuatan luar biasa,” katanya.

Ali lalu mencontohkan bagaimana narasi wisata dan kuliner bisa membawa efek domino. “Bayangkan kalau satu video kuliner bisa viral, itu bisa mendongkrak UMKM. Tapi harus hati-hati, jangan sampai viralnya karena informasi yang keliru,” pesannya.

Public Speaking

Baginya, public speaking adalah alat, bukan tujuan. Karena itu, etika dan validitas data tetap jadi pondasi utama. Ia bahkan mengajak peserta untuk mulai memahami teknik komunikasi struktural, seperti piramida normal dan terbalik. “Agar informasi tersampaikan dengan sistematis,” tambahnya.

Baca Juga  Makmun, Kartunis Unismuh Makassar Tembus Media Turki dengan Karya Satir Sosial

Di sisi lain, Ali juga mengapresiasi Diskominfo Kota Malang yang menggagas pelatihan ini. “Ini langkah strategis yang patut didukung. Pelatihan seperti ini akan memperkuat posisi warga sebagai mitra pemerintah dalam membangun Kota Malang,” tuturnya.

Kini, Ali Muthohirin bukan hanya bicara tentang pembangunan fisik, tapi juga pembangunan narasi. Ia percaya, suara yang efektif bukan hanya terdengar—tapi juga dipercaya.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *