Aliansi BEM Surabaya Beri Catatan Setahun Prabowo–Gibran: Sibuk Ngonten, Blunder, dan Klarifikasi

Aliansi BEM Surabaya Beri Catatan Setahun Prabowo–Gibran: Sibuk Ngonten, Blunder, dan Klarifikasi

MAKLUMAT Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Surabaya (ABS) menilai satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran belum menunjukkan arah perubahan yang dijanjikan. Salah satu catatan yang diberikan ialah pemerintah memang aktif membuat konten sebagai bagian dari komunikasi publik. Namun terlalu sering disertai blunder dan berujung pada klarifikasi.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Umum ABS, Nasrawi Amd Kep dalam forum bertajuk Cangkruk’an Mahasiswa Surabaya. Kegiatan ini diselenggarakan di Cafe Mahabarata, Kalijudan, Surabaya pada Senin (20/10/2025). Mengambil tema “Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Janji, Realita, dan Harapan Bangsa”, forum ini menjadi momen untuk membaca arah bangsa.

“Satu tahun bukan waktu yang panjang, tapi cukup untuk menilai. Apakah janji-janji besar itu mulai diwujudkan, atau justru berganti dengan praktik lama yang kita kenal. Gemuknya kekuasaan, sempitnya keadilan,” ujarnya.

Nasrawi juga mengutip data dari IndoStrategi, lembaga riset yang menurutnya cukup dekat dengan pemerintah. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa kinerja pemerintahan Prabowo–Gibran masih berada pada level sedang dengan skor 3,07 dari 5. Bagi ABS, angka itu menunjukkan bahwa pemerintahan ini belum gagal. Namun juga belum dapat dibanggakan.

“Pemberantasan korupsi memang dinilai baik. Ada gebrakan di bidang kesehatan gratis dan sekolah rakyat. Tapi 19 juta lapangan kerja? Masih di angan. HAM? Masih stagnan. Dan, birokrasi kita? Masih sibuk ngonten, blunder dan klarifikasi,” paparnya.

Baca Juga  Pramono - Rano Canangkan Sarapan Gratis dan Janji Bangun Rumah Sakit

Ia menambahkan, bahwa banyak data dan pengamatan pakar yang menunjukkan selama setahun terakhir ini telah menjadi alarm bahaya bagi arah pemerintahan. Kabinet yang membengkak dinilai menjadi simbol politik transaksional. Utang negara terus meningkat, militer kembali memasuki ruang sipil, dan sejumlah proyek pangan justru menimbulkan kerusakan lingkungan.

Selain itu, program food estate serta makan bergizi gratis juga dinilai tidak berpihak pada petani, tidak berbasis pangan lokal, dan memunculkan masalah baru. Mulai dari kasus keracunan massal hingga pemborosan anggaran.

Janji Pertumbuhan dan Realitas yang Terlupakan

Nasrawi juga menyampaikan bahwa saat ini terlihat dua realitas yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, pemerintah berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi hingga delapan persen. Namun di sisi lain, rakyat di akar rumput justru menanggung beban utang, kenaikan harga pangan, dan kerusakan lingkungan yang semakin parah.

“Negara bicara efisiensi, tapi justru memperbesar kabinet dengan gaya hidup bak pangeran. Bicara demokrasi, tapi ruang kritik makin sempit. Dan yang paling disayangkan, militerisasi kebijakan sipil kini dilegalkan atas nama stabilitas,” ujarnya.

Sebagai bagian dari gerakan mahasiswa, Nasrawi menegaskan bahwa kritik yang disampaikan ABS bukan bentuk sinisme terhadap pemerintah. Sikap itu merupakan wujud tanggung jawab moral untuk mengingatkan bahwa kekuasaan tanpa kontrol publik akan menciptakan jarak antara negara dan rakyatnya.

Nasrawi juga menegaskan bahwa Surabaya sebagai kota pahlawan dan kota pergerakan memiliki tanggung jawab moral untuk menyalakan kembali api kesadaran publik. Baginya, kritik mahasiswa semacam ini bukanlah bentuk kebencian terhadap pemerintah, melainkan wujud cinta terhadap republik.

Baca Juga  Waketum MUI Sarankan Pemerintah Terapkan MBG Sesuai Kemampuan, Daripada Gunakan Dana ZIS

“Maka dari itu, forum ini bukan akhir, tapi awal dari kesadaran baru. Bahwa evaluasi setahun pemerintahan bukan cuma milik lembaga survei, tapi milik rakyat yang setiap hari merasakan dampaknya. Dari kampus, dari jalan, dari sawah, dari layar HP yang menayangkan harga naik tapi gaji tetap,” imbuhnya.

Ia juga berujar bahwa perubahan sistem secara menyeluruh mungkin belum dapat dilakukan dalam waktu singkat. Namun, perubahan akan hadir jika mahasiswa terus melakukan hal-hal mendasar. Seperti keberanian untuk bertanya, kejujuran dalam berpikir, serta menjaga solidaritas antara mahasiswa dan rakyat.

“Satu tahun mungkin terlalu singkat untuk menulis sejarah, tapi cukup panjang untuk melihat arah mana bangsa ini berjalan. Jika arah itu menjauh dari keadilan, maka pastikan dan saksikan bahwa kita berada di garda terdepan perjuangan,” pungkasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *