Amnesty Indonesia Kecam Aparat dan IAIN Manado soal Diskriminasi Ahmadiyah

Amnesty Indonesia Kecam Aparat dan IAIN Manado soal Diskriminasi Ahmadiyah

MAKLUMAT — Gelombang diskriminasi terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia kembali terjadi. Kali ini, tindakan intoleran muncul di dua kota sekaligus, yaitu Banjar, Jawa Barat, dan Manado, Sulawesi Utara. Aparat pemerintah dan institusi pendidikan dinilai telah menunjukkan wajah tidak ramah terhadap kebebasan beragama dan berekspresi di Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengecam keras tindakan Pemerintah Kota Banjar yang mendatangi dan memperingatkan Jamaah Ahmadiyah di Tanjungsukur, Kecamatan Pataruman, untuk tidak melaksanakan ibadah di bangunan yang telah disegel. Bahkan, pemerintah setempat mengancam akan menindak lebih lanjut bila peribadatan tetap dilakukan.

“Ini bukan pertama kalinya otoritas negara menunjukkan sikap intoleran dan diskriminatif terhadap warga Ahmadiyah. Dalam berbagai kesempatan, tindakan diskriminasi seperti pembubaran kegiatan keagamaan, intimidasi, dan pengusiran terhadap warga Ahmadiyah berulang,” ujar Usman sebagaimana dilansir melalui laman resmi Amnesty Indonesia (9/6/2025).

Adapun yang lebih mengkhawatirkan, menurut Usman, adalah situasi di kampus yang seharusnya menjadi ruang aman berpikir kritis. Kasus terbaru terjadi di IAIN Manado, di mana kegiatan bedah buku bertema Ahmadiyah dibatalkan oleh pihak rektorat karena tekanan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurutnya, itu melanggar hak berkumpul dan berdiskusi secara damai di lingkungan kampus.

Diskusi tersebut awalnya digagas oleh Gusdurian Manado, Rumah Moderasi Beragama IAIN Manado, dan Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sulawesi Utara. Rencananya, mereka akan membedah buku Menyingkap Tabir Kebenaran Ahmadiyah karya akademisi Samsi Pomalingo, yang juga alumnus IAIN Manado. Namun, sehari sebelum acara, MUI Kota dan Provinsi mengirim surat penolakan, merujuk pada SKB Tiga Menteri dan fatwa MUI.

Baca Juga  Songsong Pilkada 2024, PDPM Surabaya Ajak Masyarakat Gotong Royong Ikut Menyukseskan

“Keputusan Rektorat IAIN Manado yang tunduk pada tekanan MUI untuk melarang bedah buku tersebut jelas mencederai kebebasan akademik yang semestinya dijunjung tinggi di kampus sebagai ruang diskusi terbuka dan plural. IAIN Manado harus memastikan kampus menjadi tempat aman bagi setiap mahasiswa dan akademisi untuk berdiskusi,” tegas Usman.

Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap Jamaah Ahmadiyah, serta memastikan perlindungan hak-hak mereka sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Indonesia. Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut keyakinannya. Negara tidak boleh diam apalagi menjadi pelaku diskriminasi.

“Negara wajib segera mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Tahun 2008 yang menjadi dasar diskriminasi dan represi terhadap warga Ahmadiyah. Negara wajib menentang segala bentuk intoleransi dan diskriminasi atas dasar keyakinan agama atau atas dasar alasan karakteristik manusia yang dilindungi oleh hukum internasional hak asasi manusia,” tandasnya.

Ada Apa dengan Ahmadiyah?

Awal Juni 2025, dua kasus intoleransi mencuat. Di Banjar, tim khusus dari pemkot mendatangi tempat ibadah Jamaah Ahmadiyah dan memperingatkan mereka untuk tidak lagi beribadah di sana. Bangunan tersebut sebelumnya telah disegel berdasarkan keputusan Wali Kota Banjar tahun 2011. Bahkan, tim khusus tersebut mengancam akan memasang spanduk pelarangan dan menyerahkan pihak yang ‘membandel’ ke aparat hukum. Walau telah disegel, Jemaah Ahmadiyah diduga melakukan pelanggaran dengan membuat bangunan baru untuk ditinggali dan dijadikan tempat peribadatan.

Baca Juga  Mendikdasmen Abdul Mu'ti Pastikan Peningkatan Kesejahteraan Guru Segera Diluncurkan

Sementara di Manado, acara diskusi akademik yang dijadwalkan pada 2 Juni 2025 dibatalkan sepihak oleh pihak kampus setelah menerima tekanan dari MUI. Acara itu seharusnya menjadi ruang untuk membedah pemikiran dan memahami Ahmadiyah secara akademik. Digelar oleh Gusdurian Manado, Rumah Moderasi Beragama IAIN Manado dan Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Sulut, acara itu tadinya akan mengkaji buku berjudul ‘Menyingkap Tabir Kebenaran Ahmadiyah’ karya Samsi Pomalingo.

Kedua tindakan di atas diambil dengan mengacu pada SKB 3 Menteri dan Fatwa MUI terkait Ahmadiyah. Namun menurut Amnesty Indonesia, jaminan kebebasan beragama telah diatur tidak hanya dalam UUD 1945, tetapi juga dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang diratifikasi Indonesia. Hak itu mencakup kebebasan menjalankan agama dalam bentuk ibadah, pengamalan, pengajaran, dan penyebaran.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *