MAKLUMAT – Banyak orang tua kaget ketika mendengar anak mengeluh tidak betah di pesantren. Rasa sedih, kecewa, bahkan ingin segera menjemput anak sering muncul. Namun, bagaimana seharusnya orang tua merespons?
“Ummi, aku tidak betah di pesantren. Capek, susah, begini-begitu.” Kalimat semacam itu wajar keluar saat anak merasa tertekan. Di sinilah peran orang tua diuji: apakah mengikuti keluhan anak, menyalahkan pesantren, atau justru menguatkan mental mereka.
Dilansir dari Channel Muslim, orang tua harus memberi respons yang bijak. Memang tidak ada kaidah baku, tetapi ada prinsip penting, yakni katakan ‘ya’ pada emosinya, bukan pada keluhannya. Anak perlu didengarkan, dipeluk, dan dikuatkan jiwanya. Bukan dituruti semua keinginannya.
Pesantren pada dasarnya netral. Nyaman atau tidak nyaman bergantung pada cara anak memaknai pengalaman. Bila ia menganggapnya sebagai penderitaan, ia akan lemah. Namun, bila dimaknai sebagai proses penempaan, keluhan itu akan berubah menjadi kekuatan.
Jangan Ambil Alih Masalah Anak
Kesalahan yang sering terjadi adalah orang tua terlalu cepat menolong anak. Akibatnya, anak tumbuh tanpa pengalaman menghadapi tantangan. Ia bisa menjadi ragu-ragu, tidak percaya diri, dan lemah mental.
Biarkan anak belajar menghadapi realitas dengan caranya sendiri. Biarkan ia merasakan bahwa hidup tidak selalu sesuai keinginan. Justru dari situ tumbuh kesadaran bahwa kebahagiaan harus diperjuangkan.
Menumbuhkan Anak Tangguh
Setiap anak terlahir dengan potensi besar. Potensi itu bisa hilang bila orang tua terlalu membatasi otonomi anak. Sebaliknya, memberi ruang untuk berjuang akan melahirkan pribadi tangguh.
Percayalah, ketika anak mampu melewati masa-masa sulit di pesantren, kelak ia akan tumbuh menjadi manusia yang kuat.
Jadi ketika anak mengeluh tentang pesantren, jangan buru-buru menuruti atau menyalahkan. Respons terbaik adalah menguatkan mental mereka, memberi ruang untuk berjuang, dan menanamkan kesadaran bahwa hidup penuh tantangan.