Asal Usul Vonis Kebiri Kimia: Berawal dari Tragedi Pemerkosaan Yuyun oleh 14 Orang

Asal Usul Vonis Kebiri Kimia: Berawal dari Tragedi Pemerkosaan Yuyun oleh 14 Orang

MAKLUMAT – Penerapan hukuman kebiri kimia di Indonesia berakar dari tragedi pemerkosaan dan pembunuhan siswi SMP bernama Yuyun di Bengkulu pada 2016. Kasus yang melibatkan 14 pelaku itu mengguncang publik dan memicu tekanan besar agar negara menjatuhkan hukuman paling berat bagi predator anak.

Yuyun, siswi SMP Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, dilaporkan hilang pada awal April 2016. Tiga hari kemudian, jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Menurut laporan BBC, Yuyun mengalami kekerasan seksual  secara bergiliran sebelum akhirnya dibunuh. Hasil pemeriksaan menunjukkan tulang pinggang korban patah dan tubuhnya penuh luka.

Polisi menetapkan 14 tersangka dalam kasus tersebut. Enam orang diajukan ke pengadilan. Salah satu terdakwa, Zainal alias Bos (23), divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Curup pada Kamis (29/9/2016).

Majelis hakim menyatakan Zainal terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemerkosaan dan pembunuhan berencana. Vonis dijatuhkan berdasarkan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP serta Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76 huruf d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Putusan tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

Empat terdakwa lain masing-masing dijatuhi hukuman 20 tahun penjara serta denda Rp2 miliar. Sementara satu pelaku yang masih berusia 13 tahun saat kejadian dijatuhi sanksi rehabilitasi dan pelatihan kerja di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Marsudi Putra, Jakarta Timur.

Baca Juga  PWM Yogyakarta Gelar Rakerpim 2025, Fokus Perkuat Jejaring untuk Kemakmuran Bersama

Kasus Yuyun memicu kemarahan publik secara nasional. Gelombang tuntutan hukuman mati hingga kebiri kimia menguat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan berbagai elemen masyarakat mendesak pemerintah mengambil langkah luar biasa.

Presiden Joko Widodo kala itu menyatakan duka cita dan menegaskan perlindungan terhadap perempuan dan anak harus diperkuat. Pemerintah menilai kejahatan seksual terhadap anak sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.

Tekanan publik tersebut berujung pada terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 pada 25 Mei 2016. Perppu ini menambahkan hukuman pemberatan bagi pelaku kekerasan seksual anak, termasuk pidana mati, penjara seumur hidup, serta tindakan tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Pada 2016, DPR mengesahkan Perppu tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Sejak saat itu, kebiri kimia resmi masuk dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Pengaturan teknis pelaksanaan baru diterbitkan pada 2020 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020. Aturan ini mengatur kriteria pelaku, prosedur kebiri kimia, rehabilitasi medis dan sosial, serta pemasangan alat pendeteksi elektronik setelah terpidana menjalani hukuman penjara.

Tragedi Yuyun menjadi tonggak penting perubahan hukum pidana di Indonesia. Dari satu kasus kekerasan seksual yang brutal, lahir kebijakan hukum paling keras yang pernah diterapkan negara demi melindungi anak dari kejahatan serupa.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *