MAKLUMAT – Penggunaan bahasa, itulah tonggak awal dari cara penyampaian informasi manusia. Makhluk paling cerdas ini kemudian mengalihkannya ke dalam bentuk goresan-goresan. Tahun 3000 SM, Bangsa Sumeria sudah menyampaikan informasi menggunakan tulisan. Meskipun masih sederhana. Tulisan mereka hanya berupa simbol-simbol yang diberi nama Pictograf.
200 tahun kemudian, Bangsa Mesir kuno mengenal sistem tulisan yang dikenal oleh para ahli sejarah dengan sebutan Hieroglyf. Jenis tulisan lain yang juga berkembang pada masa itu adalah Logograf dari Tionghoa dan Naskah Olmec yang diciptakan oleh Mesoamerika. Naskah kuno Mesoamerika itu diketahui berasal dari Zapotec, Meksiko.
Lambat laun, sistem penyampaian informasi terus berkembang. Sejalan dengan adanya sistem komunikasi jarak jauh yang diawali dengan penemuan kode morse, telegraf, dan telepon. Komunikasi jarak jauh kemudian semakin canggih dengan penemuan komputer. Penemuan teknologi ini telah mengubah cara menulis dan menyampaikan informasi.
Kombinasi antara komputer dengan teknologi mutakhir (Internet) bahkan melahirkan sebuah era baru, yakni era informasi. Era ini memiliki potensi mengubah hampir seluruh sistem kehidupan. Maklum, dialog antar budaya progresif barat dan budaya ekspresif timur berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa ada tabir. Sehingga mampu mengubah citra seseorang maupun suatu negara.
Orang kini begitu mudah menerima dan menyampaikan informasi. Tanpa sekat dan batas. Namun, kemudahan ini ternyata menimbulkan distorsi informasi. Itulah masalah besar era informasi. Kemudahan ini dapat menimbulkan bias dan akhirnya menyesatkan bagi pengguna teknologi informasi. Bisa juga menyesatkan bagi mereka yang tak tahu apa-apa tentang teknologi Informasi.
Semua itu bisa terjadi lantaran informasi tak akan menarik jika tak ditaburi dengan bumbu-bumbu yang beraneka rupa. Pada kenyataannya, informasi akan terdengar lebih menarik jika dibumbui dengan sedikit garam atau penyedap rasa. Banyak media massa yang sudah membuktikannya. Mereka kerap menayangkan informasi dengan ragam bumbu semacam itu.
Nyatanya hal tersebut berhasil. Apalagi kalau informasi yang ada menguak kejelekan dan menimbulkan banyak kontroversi. Semakin lama informasi tersebar, tidak menutup kemungkinan bahwa semakin berbeda pula informasi yang ada dengan aslinya.
Kini, kebohongan juga menjadi ladang bisnis. Melalui teknologi informasi, masyarakat disuguhi propaganda palsu demi kepentingan dan gila kuasa. Bahkan, perkawinan antara media dan politik akhirnya berdampak pada berita-berita yang mereka sajikan.
Apalagi menghadapi tahun politik. Setiap media bisa menampilkan informasi yang berbeda di dalam fakta yang samar-samar. Mencari kebenaran informasi di era ini, layaknya mencari jarum dalam jerami.
Media bisa membuat otak rakyat jadi terombang-ambing. Mereka memeta konflik menjadi kubu-kubu. Akhirnya, menyeret orang-orang awam informasi untuk masuk dalam golongan mereka. Perkawinan politik dan media massa pada tahun politik memang romantis. Semakin mesra. Sebab, asmara politik dan media dapat menciptakan persepsi apapun yang mereka inginkan.
Era sekarang dan era Soeharto masih identik, sama-sama menggunakan kesaktian media. Meskipun ada perbedaan pendekatan. Jika dulu, media disandera agar bersedia menuruti kemauan Soeharto. Sedangkan kini media dikawini, agar mau mengikuti keinginan kekuasaan. Media-media dirawat, disuapi, dan disusui. Bahkan dirayu dengan janji-janji kekuasaan.
Maklum, information is power. Siapa yang menguasai informasi dialah yang memiliki kekuatan atau kekuasaan. Sedangkan, politik adalah pembentukan kekuatan dan pemanfaatan kekuatan. Politik adalah proses mempengaruhi dan membentuk opini publik. Salah satu bagian atau bentuk dari informasi.
Dengan menguasai sumber informasi, mereka akan mudah memasarkan, mengkomunikasikan atau menginformasikan kepada publik tentang visi dan misi politiknya. Program kerjanya juga bisa lebih dimengerti, diterima dan didukung oleh sebanyak mungkin publik. Tidak hanya secara lisan, tulisan, dan gambar, tetapi juga tindakan nyata yang kemudian disiarkan melalui media massa untuk mencapai publik yang lebih luas.
Nampaknya, sekarang kekacauan informasi akan semakin parah. Karena media saat ini jauh lebih sakti dibanding dulu. Dengan teknologi yang semakin mutakhir, aliran informasi semakin cepat. Sehingga distorsi informasi juga akan menggila. Apalagi jika tidak ada yang mengeremnya.
Aan Hariyanto, penulis adalah Anggota Divisi Humas LHKP PWM Jatim