MAKLUMAT – Dua aparatur sipil negara (ASN) di Aceh ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri karena diduga terlibat jaringan terorisme. Kabar ini sontak mengguncang publik dan memicu respons keras dari organisasi kepemudaan.
Kedua ASN tersebut masing-masing berinisial MZ (40), yang bekerja di Kementerian Agama, dan ZA (47), pegawai Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh. Penangkapan ini disebut mencoreng wajah birokrasi dan menimbulkan kekhawatiran akan lemahnya sistem pengawasan internal pemerintah.
Ia menilai keterlibatan dua ASN ini menunjukkan bahwa radikalisme tak lagi bersembunyi di tempat terpencil, tapi sudah menyusup ke dalam institusi formal negara. Karena itu, Andika mendesak agar pemerintah Aceh segera melakukan audit ideologi terhadap seluruh ASN.
“Integritas itu bukan hanya soal antikorupsi. Tapi juga soal kesetiaan terhadap konstitusi dan NKRI. Gaji dari negara jangan dipakai untuk membiayai agenda yang merusak republik,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar institusi pendidikan, keagamaan, dan birokrasi dibersihkan dari paham ekstrem. Menurutnya, upaya pemberantasan radikalisme tidak bisa hanya dibebankan pada Densus 88.
“Ini tanggung jawab semua pihak. Aceh adalah tanah damai hasil perjuangan panjang. Jangan biarkan radikalisme kembali menabur benih kekerasan di tanah ini,” tandas Andika.