Komisi XII DPR: Jangan Paksakan BBM Etanol E10, Mesin Kendaraan Saat Ini Belum Cocok!

Komisi XII DPR: Jangan Paksakan BBM Etanol E10, Mesin Kendaraan Saat Ini Belum Cocok!

MAKLUMATAnggota Komisi XII DPR RI Ateng Sutisna menilai rencana penerapan bahan bakar campuran etanol 10 persen (E10) perlu dikaji ulang. Menurutnya, mesin kendaraan yang beredar di Indonesia saat ini belum siap sepenuhnya menerima bahan bakar bercampur etanol tinggi.

“Banyak kendaraan kita belum ramah terhadap etanol. Secara lingkungan memang lebih baik, tapi dari sisi mesin belum cocok. Jangan sampai niat baik malah merugikan masyarakat,” ujar Ateng dalam keterangan resminya, Senin (13/10).

Politisi PKS itu menjelaskan, sebagian besar kendaraan di Indonesia masih memakai sistem pembakaran konvensional, yang sensitif terhadap campuran bahan bakar non-minyak. Jika dipaksakan, kebijakan E10 dapat menurunkan performa mesin dan mempercepat kerusakan komponen.

“Sekarang belum waktunya menerapkan tambahan etanol tinggi. Tapi ketika teknologi mesin kendaraan di Indonesia sudah lebih maju, kebijakan ini akan lebih ideal untuk mendukung energi bersih,” jelas legislator asal Jawa Barat dari daerah pemilihan IX.

Ateng mendukung pengembangan bioetanol dan energi hijau, namun ia mengingatkan agar pelaksanaannya tidak tergesa-gesa dan tidak memaksa SPBU swasta. Kebijakan energi harus menyesuaikan kesiapan pasar, teknologi, dan infrastruktur distribusi.

“Konsepnya bagus, tapi implementasi harus realistis. Kalau dipaksakan, bisa merugikan konsumen dan menurunkan kepercayaan publik terhadap program energi hijau,” tegasnya.

Ateng juga mendorong pemerintah melibatkan ahli otomotif dan industri kendaraan dalam menentukan kadar etanol yang aman. Wakil rakyat ingin transisi energi yang sukses, bukan transisi yang dipaksakan. Semua harus bertahap, sesuai kemampuan teknologi nasional.

Baca Juga  Politisi PKS Sebut Dana Zakat Bisa Dukung MBG Asal Transparan dan Akuntabel

Wacana pencampuran etanol 10 persen dalam BBM (E10) kembali ramai setelah Presiden Prabowo memberi lampu hijau pada awal Oktober 2025. Pemerintah menilai kebijakan itu dapat mengurangi impor minyak dan menekan emisi karbon.

Namun uji coba Pertamina di Surabaya menunjukkan meski kendaraan baru relatif kompatibel, kendaraan lama masih berisiko mengalami gangguan teknis. Infrastruktur distribusi pun belum sepenuhnya siap.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *