22.1 C
Malang
Kamis, Desember 5, 2024
KilasAustralia Larang Penggunaan Media Sosial untuk Anak, Dosen Unesa: Pelajaran dan Tantangan...

Australia Larang Penggunaan Media Sosial untuk Anak, Dosen Unesa: Pelajaran dan Tantangan Indonesia

Media Sosial (Ilustrasi: Jurnas.com)
Media Sosial (Ilustrasi: Jurnas.com)

MAKLUMAT – Pemerintah Australia baru-baru ini membuat sebuah gebrakan kebijakan baru dengan melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun untuk mengakses media sosial.

Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr Raharjo MSi berpendapat, kebijakan tersebut bermaksud untuk melindungi perkembangan psikologis, emosional, dan sosial anak-anak dari dampak negatif dunia maya.

“Salah satu manfaat utama aturan ini adalah mencegah paparan konten yang tidak sesuai dengan usia anak, seperti kekerasan, pornografi, atau ujaran kebencian,” ujarnya kepada Maklumat.ID, Senin (2/12/2024).

“Media sosial juga sering menjadi sumber cyberbullying, yang dapat merusak kesehatan mental anak, termasuk meningkatkan risiko depresi dan kecemasan,” sambung Raharjo.

Raharjo menilai, kebijakan itu menurut pemerintah Australia mungkin diharapkan dapat mengurangi ketergantungan anak pada media sosial, sehingga mereka lebih banyak berinteraksi secara langsung dengan teman sebaya dan keluarga.

“Interaksi nyata sangat penting untuk mengembangkan kemampuan sosial dan empati,” sebut pria yang juga anggota Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Non-Formal (Dikdasmen-PNF) PWM Jatim itu.

Menurut Raharjo, kebijakan tersebut juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk fokus pada pendidikan dan aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti olahraga, seni, atau hobi lainnya.

“Tanpa gangguan media sosial, anak dapat membangun pola hidup yang lebih sehat dan seimbang,” katanya.

“Harapan dari penerapan aturan tersebut, dapat melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial, aturan ini mendukung pertumbuhan generasi yang lebih kuat, cerdas, dan siap menghadapi tantangan di dunia nyata,” imbuh Raharjo.

Kebijakan tersebut memicu perdebatan berbagai pihak, baik di Australia maupun di beberapa negara tetangganya, termasuk Indonesia. Mengingat, anak-anak Indonesia juga berada dalam tantangan ketergantungan media sosial.

Bisakah Indonesia Menerapkan Aturan tersebut?

Lebih lanjut, menurut Raharjo, pelarangan akses media sosial bagi anak di bawah 16 tahun akan sulit diterapkan secara resmi di Indonesia karena berbagai tantangan teknis, sosial, dan budaya.

Setidaknya terdapat beberapa hal yang menurutnya bakal membuat kebijakan tersebut sulit berjalan jika coba diterapkan di Indonesia.

Pertama, soal tantangan teknis, misalnya kesulitan untuk melakukan verifikasi usia, serta berkaitan dengan kreativitas anak.

“Kesulitan verifikasi usia, banyak anak di Indonesia sudah mahir membuat akun media sosial palsu dengan usia yang dimanipulasi. Tanpa sistem verifikasi usia yang canggih, aturan ini mudah diakali,” sebut Raharjo.

Sementara berkaitan dengan kreativitas, anak-anak cenderung mencari solusi teknis, seperti menggunakan VPN atau akun anonim, untuk tetap mengakses platform yang dilarang.

Kedua, masalah ketergantungan. Menurut Raharjo media sosial tidak hanya digunakan untuk hiburan tetapi juga untuk komunikasi, belajar, dan interaksi komunitas. “Larangan ini dapat dianggap membatasi kebebasan anak dan mengabaikan manfaat positif media sosial,” katanya.

Ketiga, soal peran orang tua dan literasi digital yang masih rendah. Raharjo menilai, di Indonesia tidak semua orang tua memiliki literasi digital yang cukup untuk memantau aktivitas online anak. “Tanpa pendampingan, aturan ini sulit ditegakkan,” selorohnya.

Alternatif Pendekatan

Masih menurut Raharjo, daripada melakukan pelarangan, pendekatan yang lebih realistis adalah meningkatkan literasi digital anak dan orang tua, serta menciptakan aturan penggunaan yang jelas.

“Misalnya, membatasi waktu akses media sosial dan mengedukasi anak tentang risiko dunia maya,” jelasnya.

“Selain itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan platform media sosial untuk menyediakan filter dan kontrol usia yang lebih ketat,” imbuh Raharjo.

Pembatasan yang Cerdas

Tingginya tingkat penggunaan gadget dan media sosial di kalangan anak-anak Indonesia, menurut Raharjo memang berada pada tingkat yang cukup mengkhawatirkan.

“Paparan konten yang tidak sesuai usia, risiko cyberbullying, hingga dampak negatif terhadap kesehatan mental adalah beberapa masalah yang sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial yang berlebihan,” terangnya.

Meski begitu, melarang sepenuhnya akses anak-anak menurutnya juga bukanlah solusi yang tepat. Sebab banyak juga manfaat positif media sosial.

“Dunia digital adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Anak-anak perlu belajar berinteraksi dengan teknologi secara sehat dan bertanggung jawab,” tandas Raharjo.

Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?

Raharjo mengungkapkan, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan Indonesia dalam mengatasi persoalan ketergantungan anak terhadap media sosial.

Pertama, soal literasi digital sejak dini. Membekali anak-anak dengan literasi digital sejak dini adalah langkah penting. Mereka perlu diajarkan bagaimana menggunakan internet dengan aman, cerdas, dan bertanggung jawab.

Kedua, kerja sama orang tua dan sekolah. Orang tua dan sekolah harus bekerja sama dalam mengawasi penggunaan gadget anak. Pembatasan waktu penggunaan, pemilihan konten yang sesuai, serta komunikasi terbuka antara orang tua dan anak sangat penting.

Ketiga, soal regulasi yang komprehensif. Pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih komprehensif terkait penggunaan internet oleh anak-anak. Selain itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan kualitas konten positif yang tersedia bagi anak-anak.

Keempat, pengembangan aplikasi yang aman. Pengembang aplikasi perlu menciptakan platform yang lebih aman bagi anak-anak, dengan fitur-fitur yang membatasi akses ke konten yang tidak sesuai usia.

“Alih-alih melarang sepenuhnya, yang lebih penting adalah menciptakan lingkungan digital yang aman dan kondusif bagi anak-anak Indonesia,” kata Raharjo.

“Dengan pendekatan yang komprehensif, melibatkan semua pihak terkait, kita dapat membantu anak-anak tumbuh dan berkembang secara sehat di era digital,” pungkasnya.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer